Baca: Yohanes 20:19-23
Sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. (Yohanes 20:20)
Sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. (Yohanes 20:20)
Kulit kita tidak mulus. Entah kecil entah besar, setiap orang punya bekas luka di tubuhnya. Ada yang terlihat jelas, ada yang tidak kentara. Sekadar goresan kecil atau bekas jahitan operasi. Ada yang tersembunyi di balik busana, ada yang terlihat oleh siapa saja. Begitulah kehidupan nyata ini, selalu menghadirkan risiko terluka.
Ketika Tuhan kita bangkit, Dia memilih menjumpai para murid dengan bekas luka pada tubuh-Nya. Bukankah hal itu hanya mengingatkan mereka akan kekejian penyaliban sekaligus menguak luka mereka sendiri? Kala itu mereka takut, sedih, marah, kecewa, malu, merasa bersalah, putus asa—semuanya itu menorehkan luka dalam di hati masing-masing. Yang ditutupi rapat-rapat. Namun, Tuhan yang bangkit malah menunjukkan luka-Nya. Luka di Jumat Agung menampakkan bekasnya di fajar Paskah. Kenapa? Dia ingin para murid tahu, kasih-Nya tetap kendati mereka terluka. Tak perlu menyembunyikan luka, sebab Tuhan tidak berubah karena mereka terluka. Dia Tuhan yang terluka dan tahu persis bagaimana menyapa orang yang terluka. Tak heran para murid bersukacita melihat Tuhan dengan bekas luka-Nya.
Terlalu sering kita menelan saja pengertian: orang kristiani harus “sehat”, “tegar”, “suci”—tak punya luka. Akibatnya, tak sedikit orang kristiani yang menekan perasaan atau berpura-pura. Padahal, terluka adalah bagian dari kehidupan. Tak perlu ditutupi. Ungkapkan dan perlihatkan pada Yesus. Dia tahu bagaimana menangani luka-luka kita.—PAD
Ketika Tuhan kita bangkit, Dia memilih menjumpai para murid dengan bekas luka pada tubuh-Nya. Bukankah hal itu hanya mengingatkan mereka akan kekejian penyaliban sekaligus menguak luka mereka sendiri? Kala itu mereka takut, sedih, marah, kecewa, malu, merasa bersalah, putus asa—semuanya itu menorehkan luka dalam di hati masing-masing. Yang ditutupi rapat-rapat. Namun, Tuhan yang bangkit malah menunjukkan luka-Nya. Luka di Jumat Agung menampakkan bekasnya di fajar Paskah. Kenapa? Dia ingin para murid tahu, kasih-Nya tetap kendati mereka terluka. Tak perlu menyembunyikan luka, sebab Tuhan tidak berubah karena mereka terluka. Dia Tuhan yang terluka dan tahu persis bagaimana menyapa orang yang terluka. Tak heran para murid bersukacita melihat Tuhan dengan bekas luka-Nya.
Terlalu sering kita menelan saja pengertian: orang kristiani harus “sehat”, “tegar”, “suci”—tak punya luka. Akibatnya, tak sedikit orang kristiani yang menekan perasaan atau berpura-pura. Padahal, terluka adalah bagian dari kehidupan. Tak perlu ditutupi. Ungkapkan dan perlihatkan pada Yesus. Dia tahu bagaimana menangani luka-luka kita.—PAD
JIKA TUHAN YESUS MENUNJUKKAN LUKA-NYA, MENGAPA KITA
HARUS MENYEMBUNYIKANNYA ATAU BERPURA-PURA TAK PUNYA LUKA?
HARUS MENYEMBUNYIKANNYA ATAU BERPURA-PURA TAK PUNYA LUKA?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar