Baca: 2 Raja-Raja 2:19-22
Kemudian pergilah ia ke mata air mereka dan melemparkan garam itu ke dalamnya serta berkata: “Beginilah firman Tuhan: Telah Kusehatkan air ini...” (2 Raja-Raja 2:21)
Seorang ibu paruh baya di gereja kami, Bu Tami, dikenal sebagai seorang yang murah hati. Kepeduliannya kepada sesama begitu besar sampai-sampai ia rela menanggung seluruh biaya perawatan seorang ibu lanjut usia, tetangganya, dengan uang hasil kerjanya sebagai tukang cuci pakaian. “Pak, saya menitipkan ibu ini ke panti Bapak. Keluarganya sudah tidak ada yang merawat, jadi tolong dirawat, saya akan membayar biayanya setiap bulan,” kata Bu Tami kepada salah seorang pengurus Panti Jompo di kampungnya. Kehadiran dan kepedulian Bu Tami kepada sesama ibarat garam yang “menyehatkan” lingkungannya.
Apakah yang terjadi seandainya tidak ada garam? Kita menyantap masakan yang hambar, bahan-bahan makanan cepat membusuk, kita kehilangan bahan obat yang mujarab, dan sebagainya.
Suatu kejadian di kota Yerikho menunjukkan manfaat garam. Meski letaknya strategis, tapi kota itu kondisinya tidak baik. Airnya buruk dan banyak perempuan mengalami keguguran. Untuk memperbaiki kondisi itu, Tuhan memerintahkan kepada Nabi Elisa untuk melemparkan garam ke mata air kota tersebut. Melalui garam tersebut, Tuhan menyehatkan air di kota Yerikho.
Kita adalah garam dunia! Demikianlah Yesus memanggil kita, para pengikut-Nya (Mat 5:13). Sudahkah kita memenuhi harapan Tuhan agar kita menjadi garam yang “menyehatkan” di mana pun kita berada? Kasih, kepedulian, dan perbuatan baik kita kepada sesama adalah kesaksian yang dapat membawa setiap orang memuliakan Bapa di surga.—SYS
Kemudian pergilah ia ke mata air mereka dan melemparkan garam itu ke dalamnya serta berkata: “Beginilah firman Tuhan: Telah Kusehatkan air ini...” (2 Raja-Raja 2:21)
Seorang ibu paruh baya di gereja kami, Bu Tami, dikenal sebagai seorang yang murah hati. Kepeduliannya kepada sesama begitu besar sampai-sampai ia rela menanggung seluruh biaya perawatan seorang ibu lanjut usia, tetangganya, dengan uang hasil kerjanya sebagai tukang cuci pakaian. “Pak, saya menitipkan ibu ini ke panti Bapak. Keluarganya sudah tidak ada yang merawat, jadi tolong dirawat, saya akan membayar biayanya setiap bulan,” kata Bu Tami kepada salah seorang pengurus Panti Jompo di kampungnya. Kehadiran dan kepedulian Bu Tami kepada sesama ibarat garam yang “menyehatkan” lingkungannya.
Apakah yang terjadi seandainya tidak ada garam? Kita menyantap masakan yang hambar, bahan-bahan makanan cepat membusuk, kita kehilangan bahan obat yang mujarab, dan sebagainya.
Suatu kejadian di kota Yerikho menunjukkan manfaat garam. Meski letaknya strategis, tapi kota itu kondisinya tidak baik. Airnya buruk dan banyak perempuan mengalami keguguran. Untuk memperbaiki kondisi itu, Tuhan memerintahkan kepada Nabi Elisa untuk melemparkan garam ke mata air kota tersebut. Melalui garam tersebut, Tuhan menyehatkan air di kota Yerikho.
Kita adalah garam dunia! Demikianlah Yesus memanggil kita, para pengikut-Nya (Mat 5:13). Sudahkah kita memenuhi harapan Tuhan agar kita menjadi garam yang “menyehatkan” di mana pun kita berada? Kasih, kepedulian, dan perbuatan baik kita kepada sesama adalah kesaksian yang dapat membawa setiap orang memuliakan Bapa di surga.—SYS
TUHAN MEMANGGIL KITA UNTUK MENJADI GARAM.
JADILAH GARAM YANG MENYEHATKAN DI MANA PUN KITA BERADA!
JADILAH GARAM YANG MENYEHATKAN DI MANA PUN KITA BERADA!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar