Selasa, 29 April 2014

MERASA AMAN



Baca: 1 Tawarikh 21:1-17

Tetapi hal itu jahat di mata Allah, sebab itu dihajar-Nya orang Israel. (1 Tawarikh 21:7)
Sepintas kita menganggap tindakan Daud menghitung jumlah rakyatnya adalah hal yang wajar. Ternyata, tidak bagi Tuhan! Dia memandang tindakan Daud ini jahat. Di pasal-pasal sebelumnya, Daud dan tentaranya menghadapi banyak pertempuran dan ancaman dari musuh. Kondisi ini mendorong Daud untuk mengetahui seberapa besar kekuatan yang ia miliki. Sensus pun dilakukan dan ia mendapati satu juta orang lebih rakyatnya mampu berperang. Cukup besar untuk menghalau musuh.
Mengapa Tuhan memandang jahat tindakan Daud? Rupa kekuatan perang yang besar itu membuat Daud merasa aman. Bukankah sering terjadi, ketika seseorang merasa cukup aman dan nyaman dengan kekuatannya, bisa jadi ia tidak lagi mengandalkan Tuhan? Dosa Daud adalah mengandalkan angka atau jumlah pasukan. Ia mengandalkan kekuatan tempur prajurit Israel. Dan Daud pun harus menghadapi pendisiplinan Tuhan: sebuah pilihan untuk memusnahkan semua kebanggaan itu. Tentu saja disiplin ini diberlakukan agar Daud hanya bergantung pada dan mengandalkan kekuatan Tuhan.
Kita merasa aman ketika sumber daya yang kita miliki kita rasa cukup. Akan tetapi, ada saatnya kita menyadari, sumber daya itu tidak lagi memadai. Kadang-kadang Tuhan perlu mendisiplinkan kita dengan memusnahkan sumber daya yang menjadi andalan kita dan yang membuat kita merasa aman. Dengan itu, kita diingatkan dan disadarkan bahwa tidak ada satu pun kekuatan di bumi ini yang dapat memberi rasa aman selain Tuhan.—SYS

KETIKA SUMBER DAYA ANDALAN HANCUR, ORANG YANG MENGANDALKAN
TUHAN TIDAK AKAN KEHILANGAN RASA AMAN

Senin, 28 April 2014

DILARANG BERJUALAN



Baca: Mazmur 51

Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! (Mazmur 51:3)


Judul di atas tidak salah eja. Tulisan itu saya baca di papan kecil di depan sebuah toko. Bisa diduga, yang dimaksudkan tentunya “Dilarang Berjualan”. Namun, sampai beberapa lama kemudian, tulisan tersebut masih ada di sana. Tidak direvisi, tidak pula diganti dengan yang baru. Dibiarkan saja seperti itu.
Daud telah berdosa, kemudian Tuhan mengutus Natan menegurnya (2 Sam. 11 dan 12). Setelah Daud mengakui dosanya, Natan langsung menyatakan pengampunan Tuhan. Tersadar akan betapa besar kasih setia Tuhan, Daud mengungkapkan pengakuan jujur seperti yang tertuang dalam Mazmur 51. Dalam pengakuannya itu, ia tidak berusaha menyeret-nyeret Batsyeba untuk ikut menanggung kesalahan perzinahan dan pembunuhan yang telah terjadi. Ia menginsyafi bahwa hal itu merupakan dosa dan pelanggaran pribadinya terhadap Allah (ay. 5, 6), dan mengharapkan pembasuhan sempurna agar menjadi tahir kembali (ay. 4, 9, dan 12). Daud juga menyadari bahwa dosanya membuat ia terpisah dari Allah, maka ia merindukan pengampunan dan pemulihan dari Allah (ay. 11-16). Dan, sebagai kurban persembahan , ia membawa jiwanya yang hancur serta hatinya yang patah dan remuk (ayat 18-19).
Saat tahu telah berbuat dosa, mungkin kita bersikap seperti penulis “Dilang Berjualan” tadi. Sadar kalau salah, namun membiarkan saja. Sikap Daud mengundang kita untuk bertobat, berbalik kepada Allah. Di dalam Kristus, Dia telah menyediakan pengampunan dosa dan anugerah untuk hidup dalam kebenaran-Nya.–-SLS
 
DOSA TIDAK AKAN TERHAPUS DENGAN DIBIARKAN.
KITA MEMERLUKAN PENGAMPUNAN ALLAH UNTUK MELENYAPKANNYA.

Minggu, 27 April 2014

LAKUKAN SESUATU!



Baca: Kejadian 14:1-16

Ketika Abram mendengar, bahwa anak saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih, yakni mereka yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya, lalu mengejar musuh sampai ke Dan. (Kejadian 14:14)

Salah satu perkara yang saya kagumi dalam keluarga besar mertua saya adalah kerukunan yang nyata di antara mereka. Jika ada satu orang atau keluarga mengalami kesulitan atau masalah, bantuan dan dukungan segera datang dari saudara-saudara yang lain. Tidaklah mengherankan jika mereka tampak dekat dan akrab satu sama lain saat semua berkumpul dalam pertemuan tahunan.
Kondisi ini mengingatkan saya akan sikap Abraham terhadap nasib sanak saudaranya yang sedang mengalami masalah. Selama ini, Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Sebutan yang tidak keliru karena iman Abraham memang layak untuk diteladani. Bacaan hari ini menunjukkan “sisi lain” kehidupan paman Lot ini. Ketika mendengar bahwa keponakannya—Lot beserta orang-orangnya—tertawan musuh, tanpa berpikir panjang Abraham segera bertindak. Ia mengerahkan orang-orangnya yang terlatih untuk mengejar musuh demi membebaskan saudaranya itu. Usahanya berhasil ketika musuh berhasil dikalahkan, harta benda direbut kembali, dan Lot beserta orang-orangnya diselamatkan dari tangan musuh.
Setidaknya ada dua pilihan ketika kita melihat saudara mengalami kesusahan: berdiam diri atau melakukan sesuatu untuk menolong. Belajar dari teladan Abraham, kiranya kita juga dikenal sebagai orang yang segera menolong dengan mengerahkan segala daya upaya. Lihatlah ke sekeliling kita, perhatikan jika ada saudara yang tengah dirundung masalah. Tunjukkan kepedulian dengan melakukan sesuatu, jangan hanya berdiam diri.—IDO


TANGAN YANG TERULUR UNTUK MENOLONG
LEBIH BAIK DARIPADA RIBUAN DOA TANPA AKSI NYATA

MELAMPAUI AKAL



Baca: Roma 1:1-7

... menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati bahwa Dialah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita. (Roma 1:4)

Ketuhanan Yesus Kristus masih digugat dari abad pertama sampai sekarang. Kedudukannya sebagai Kristus atau Mesias terus diperkarakan. Begitu juga, kebangkitan-Nya dipergunjingkan sebagai perkara yang tidak masuk akal.
Paulus menanggapi isu ini secara jitu. Kebangkitan Yesus penting karena menyatakan pembelaan Allah, menegaskan bahwa Yesus adalah Anak-Nya, Yesus adalah Kristus (Mesias) dan Tuhan (Kurios). Kebangkitan memang tidak masuk akal, namun bukan bertentangan dengan akal sehat, melainkan melampaui akal--akal kita tidak cukup untuk memahaminya. Kebangkitan adalah peristiwa yang melampaui daya tampung pikiran kita. Akal tidak mampu mencernanya karena akal itu sendiri penuh keterbatasan. Lawatan Allah pada manusia melalui kebangkitan Yesus hanya dapat diterima jika kita bersedia mengakui keterbatasan akal tersebut dan menyambut Misteri Iman.
Sikap paling tepat terhadap kasih karunia, dengan demikian, bukanlah mengerahkan daya rasio untuk memahaminya. Sebaliknya, dengan rendah hati kita membuka hati untuk menerima, menjaga, dan mempersilakan kasih karunia itu mengubah cara pandang. Perubahan perspektif ini nantinya memotivasi kita untuk bergerak dalam hidup yang baru. Itulah makna kebangkitan Yesus. Manusia yang menerima Misteri Iman dalam kebangkitan Yesus hidupnya menjadi berarti, utuh, penuh oleh sukacita tiada terkira serta cinta pada Allah dan sesama. Sudahkah kita menyambut kasih karunia-Nya ini?—DKL

UNTUK MENGENAL ALLAH DENGAN AKAL YANG TERBATAS,
PERLU RUANG UNTUK MENYAMBUT MISTERI IMAN YANG MELAMPAUI AKAL

Kamis, 24 April 2014

GARAM YANG MENYEHATKAN



Baca: 2 Raja-Raja 2:19-22

Kemudian pergilah ia ke mata air mereka dan melemparkan garam itu ke dalamnya serta berkata: “Beginilah firman Tuhan: Telah Kusehatkan air ini...” (2 Raja-Raja 2:21)

Seorang ibu paruh baya di gereja kami, Bu Tami, dikenal sebagai seorang yang murah hati. Kepeduliannya kepada sesama begitu besar sampai-sampai ia rela menanggung seluruh biaya perawatan seorang ibu lanjut usia, tetangganya, dengan uang hasil kerjanya sebagai tukang cuci pakaian. “Pak, saya menitipkan ibu ini ke panti Bapak. Keluarganya sudah tidak ada yang merawat, jadi tolong dirawat, saya akan membayar biayanya setiap bulan,” kata Bu Tami kepada salah seorang pengurus Panti Jompo di kampungnya. Kehadiran dan kepedulian Bu Tami kepada sesama ibarat garam yang “menyehatkan” lingkungannya.
Apakah yang terjadi seandainya tidak ada garam? Kita menyantap masakan yang hambar, bahan-bahan makanan cepat membusuk, kita kehilangan bahan obat yang mujarab, dan sebagainya.
Suatu kejadian di kota Yerikho menunjukkan manfaat garam. Meski letaknya strategis, tapi kota itu kondisinya tidak baik. Airnya buruk dan banyak perempuan mengalami keguguran. Untuk memperbaiki kondisi itu, Tuhan memerintahkan kepada Nabi Elisa untuk melemparkan garam ke mata air kota tersebut. Melalui garam tersebut, Tuhan menyehatkan air di kota Yerikho.
Kita adalah garam dunia! Demikianlah Yesus memanggil kita, para pengikut-Nya (Mat 5:13). Sudahkah kita memenuhi harapan Tuhan agar kita menjadi garam yang “menyehatkan” di mana pun kita berada? Kasih, kepedulian, dan perbuatan baik kita kepada sesama adalah kesaksian yang dapat membawa setiap orang memuliakan Bapa di surga.—SYS
 
TUHAN MEMANGGIL KITA UNTUK MENJADI GARAM.
JADILAH GARAM YANG MENYEHATKAN DI MANA PUN KITA BERADA!

Rabu, 23 April 2014

BERKAT GANDA PENEBUSAN



Baca: Kolose 1:1-14

Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang terkasih. (Kolose 1:13)
Bayangkanlah diri Anda perempuan pelacur di negeri yang menganggap pelacuran sebagai kejahatan yang layak diganjar dengan hukuman mati. Suatu hari Raja menyatakan pengampunan penuh pada semua pelacur. Anda tentu menyambutnya sebagai kabar baik, bukan? Anda tidak perlu lagi bersembunyi ketakutan dari kejaran polisi kerajaan. Anda tidak lagi dianggap sebagai penjahat. Namun, apakah pengampunan itu memotivasi Anda untuk berubah? Bisa jadi tidak. Tekanan hidup mungkin memaksa Anda tetap melacur.
Sekarang, bayangkanlah Raja tidak berhenti di situ. Selain mengampuni, ia secara khusus juga meminang Anda menjadi permaisurinya. Anda diangkat menjadi ratu! Hidup Anda sontak berubah! Nah, apakah Anda akan terus melacur?
Paulus mengucap syukur atas perubahan hidup yang dialami jemaat Kolose setelah mereka percaya pada berita Injil. Perubahan hidup itu terjadi oleh berkat ganda penebusan. Pertama, mereka dimerdekakan dari kuasa kegelapan. Oleh pencurahan darah Kristus, dosa mereka—yang membelenggu mereka dalam kegelapan—diampuni. Tidak berhenti di situ, Allah juga memindahkan mereka ke dalam Kerajaan Anak-Nya, menjadikan mereka anak-anak Kerajaan. Mereka mendapatkan kehidupan yang baru sepenuhnya.
Jika Anda belum percaya pada berita Injil, sambutlah berkat ganda itu sekarang juga. Jika Anda sudah percaya, teruslah hidup dalam berkat penebusan ini: bahwa dosa Anda sudah diampuni dan bahwa Anda sekarang adalah anak Allah.—ARS
 
 
ALLAH BUKAN HANYA MENGAMPUNI DOSA KITA,
MELAINKAN JUGA MENGANGKAT KITA SEBAGAI ANAK-NYA

Selasa, 22 April 2014

" T E R L U K A "

Baca: Yohanes 20:19-23

Sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. (Yohanes 20:20)
Kulit kita tidak mulus. Entah kecil entah besar, setiap orang punya bekas luka di tubuhnya. Ada yang terlihat jelas, ada yang tidak kentara. Sekadar goresan kecil atau bekas jahitan operasi. Ada yang tersembunyi di balik busana, ada yang terlihat oleh siapa saja. Begitulah kehidupan nyata ini, selalu menghadirkan risiko terluka.
Ketika Tuhan kita bangkit, Dia memilih menjumpai para murid dengan bekas luka pada tubuh-Nya. Bukankah hal itu hanya mengingatkan mereka akan kekejian penyaliban sekaligus menguak luka mereka sendiri? Kala itu mereka takut, sedih, marah, kecewa, malu, merasa bersalah, putus asa—semuanya itu menorehkan luka dalam di hati masing-masing. Yang ditutupi rapat-rapat. Namun, Tuhan yang bangkit malah menunjukkan luka-Nya. Luka di Jumat Agung menampakkan bekasnya di fajar Paskah. Kenapa? Dia ingin para murid tahu, kasih-Nya tetap kendati mereka terluka. Tak perlu menyembunyikan luka, sebab Tuhan tidak berubah karena mereka terluka. Dia Tuhan yang terluka dan tahu persis bagaimana menyapa orang yang terluka. Tak heran para murid bersukacita melihat Tuhan dengan bekas luka-Nya.
Terlalu sering kita menelan saja pengertian: orang kristiani harus “sehat”, “tegar”, “suci”—tak punya luka. Akibatnya, tak sedikit orang kristiani yang menekan perasaan atau berpura-pura. Padahal, terluka adalah bagian dari kehidupan. Tak perlu ditutupi. Ungkapkan dan perlihatkan pada Yesus. Dia tahu bagaimana menangani luka-luka kita.—PAD
 
JIKA TUHAN YESUS MENUNJUKKAN LUKA-NYA, MENGAPA KITA
HARUS MENYEMBUNYIKANNYA ATAU BERPURA-PURA TAK PUNYA LUKA?

"PERGULATAN DI GETSEMANI"

Baca: Lukas 22:39-46

Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku; tetapi jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi. (Lukas 22:42)

Apa yang dilakukan remaja untuk mendapatkan gadget canggih yang diincarnya? Seorang pelajar 17 tahun di Batam nekat merampok temannya sendiri bermodalkan pistol korek api untuk memuaskan keinginannya itu.

Kita mungkin mengelus dada membaca berita itu. Namun, bukankah kita kerap bersikap seperti itu kepada Allah? Kita berdoa supaya Allah mengabulkan permohonan kita, melepaskan beban yang berat, dengan cara kita. Kita mengancam akan meninggalkan pelayanan atau tidak lagi ke gereja jika Tuhan tidak mau mengabulkan permohonan tersebut. Doa menjadi “todongan pistol” kepada Allah agar mengikuti kemauan kita.

Di Taman Getsemani, di tengah pergulatan berat menjelang sengsara di kayu salib (ay. 44), Yesus meneladankan hakikat doa yang sesungguhnya. Jika kita mencermatinya, di dalam doa-Nya terasa adanya ketegangan antara kehendak-Nya dan kehendak Bapa. Ada saat ketika Yesus ingin sekali melepaskan cawan yang pahit itu (ay. 42a). Namun, kalimat yang mengiringinya, “tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi" (ay. 42b) mengajarkan bahwa kita perlu bersikap penuh kerelaan untuk tetap taat kepada kehendak Bapa.

Apakah Anda tengah bergulat antara mengikuti keinginan diri sendiri dan patuh pada kehendak Tuhan? Doa Yesus di Taman Getsemani memberikan teladan yang sempurna bagi kita. Dia ingin kita belajar berserah pada kehendak Bapa. Percayalah, menyerahkan diri secara total kepada Tuhan akan memberi kekuatan dan kesiapan dalam menghadapi semua tantangan.—DEW
 
INTI DARI DOA ADALAH MENGEKSPRESIKAN HATI,
TETAPI TETAP TUNDUK PADA KEHENDAK BAPA

Senin, 21 April 2014

" SAATNYA PEREMPUAN BERPERAN "


Baca: Hakim-hakim 5

... Debora, bangkit sebagai ibu di Israel ... Diberkatilah Yael, isteri Heber, orang Keni itu, melebihi perempuan-perempuan lain ... (Hakim-hakim 5:7, 24)

Tiga pria berjalan sampai di tepi sungai deras. Bagaimana mereka menyeberang? Pria pertama berdoa, “Tuhan, beri aku kekuatan untuk menyeberang.” Maka, Tuhan memberinya tangan dan kaki yang kuat; ia bisa menyeberang dalam waktu dua jam. Pria kedua berdoa, “Tuhan, beri aku kekuatan dan kemampuan untuk menyeberang.” Maka, Tuhan memberinya perahu; ia bisa menyeberang dalam waktu satu jam. Pria ketiga pun berdoa, “Tuhan, beri aku kekuatan, kemampuan, dan kecerdasan untuk menyeberangi sungai ini.” Sungguh mengejutkan, Tuhan mengubahnya menjadi perempuan! Dengan tenang si perempuan mengambil peta, lalu menyeberang lewat jembatan!
 
Humor di atas bukan untuk merendahkan kaum pria, tetapi untuk meneguhkan perempuan bahwa Tuhan juga memberi hikmat bagi mereka. Bahwa perempuan bukan golongan nomor dua, melainkan kaum yang dicipta Allah secara istimewa. Tuhan memberi perempuan kekuatan unik, lewat kepekaan dan kerajinannya. Tuhan memberi perempuan kelebihan spesial, lewat sikap keibuan dan keteguhannya. Semuanya Tuhan karuniakan, agar perempuan siap menjalani peran yang Tuhan sediakan baginya.
Debora dan Yael adalah para perempuan yang menjalankan peran dengan baik saat Tuhan melibatkan mereka dalam rencana-Nya. Debora dengan sikap keibuannya, menjadi pengayom bagi Israel. Yael, dengan kesempatan yang datang padanya, menggunakan hikmat Tuhan untuk menaklukkan Sisera. Keduanya perempuan, keduanya menggunakan hikmat, keduanya menjadi pelaku rencana Allah.
 
PEREMPUAN, TIDAK ADA ALASAN UNTUK TIDAK BERPERAN!

Rabu, 16 April 2014

" MISI PENGORBANAN DIRI "
 
 
 
Baca: Matius 26:36-46

Lalu kata-Nya kepada mereka, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” (Matius 26:38)


Pada 11 September 2001, United Airline No. 93 (UA) dikuasai pembajak, hendak ditabrakkan ke gedung kembar World Trade Center, New York. Heather Penney, seorang pilot perempuan, ditugasi untuk menabrakkan pesawatnya ke pesawat UA tersebut. Bukan hanya menjalankan misi bunuh diri, bisa jadi ia juga akan menewaskan ayahnya, yang mungkin menjadi pilot pesawat yang dibajak itu. Ia siap untuk mengurbankan diri dan hubungan dengan ayah tercinta demi mengemban tugas negara dalam upaya menyelamatkan banyak nyawa. Namun, akhirnya ia tak jadi tewas. Para penumpang UA sendiri melawan para pembajak dan membelokkan pesawat sehingga jatuh di Pennsylvania.
Yesus Kristus, Putra Allah, mengalami ketegangan yang lebih mencekam dan menggentarkan. Dia bergumul untuk mengurbankan diri-Nya dan melepaskan hubungan kasih dengan Bapa-Nya di surga untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran karena kutuk dosa. Dan, Dia menjalani misi ini sampai tuntas.
Nas hari ini mengungkapkan pergumulan Yesus di Getsemani dengan bahasa manusia, dengan ungkapan yang terbatas: “Hati-Ku sangat sedih seperti mau mati rasanya”. Di bagian lain, “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk. 22:44). Yesus rela berkurban demi ketaatan-Nya kepada Bapa surgawi, memanggul salib menuju Golgota, ditolak dan ditinggalkan Bapa-Nya, demi memikul kutuk dosa manusia. Kematian-Nya membayar lunas semua dosa saya dan dosa Anda. Apakah hidup kita melimpah dengan ucapan syukur atas penebusan-Nya ini?—SST
 
JIKA KRISTUS YANG ADALAH ALLAH SAJA BERSEDIA MATI BAGIKU,
TIDAK MUNGKIN AKU BERKURBAN TERLALU BESAR BAGI DIA.—C.T. Studd

Selasa, 15 April 2014

" PENGORBANAN ANAK KECIL "
 
 
 
 
Baca: Yohanes 6:1-14

Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apa artinya itu untuk orang sebanyak ini? (Yohanes 6:9)


Bacaan Alkitab Setahun:
2 Samuel 15-16

Kisah Tasripin sungguh mengharukan dan menarik simpati banyak orang. Bocah dua belas tahun asal Banyumas ini rela meninggalkan bangku sekolah untuk bekerja supaya bisa menghidupi tiga orang adiknya. Ia kehilangan kesempatan untuk belajar karena harus mengasuh mereka. Sungguh pengurbanan yang sangat besar bagi anak seusianya.

Bacaan hari ini juga menunjukkan pengurbanan seorang anak kecil. Ia tidak menyangka bekalnya harus dibagi dengan orang banyak. Ia merelakan lima roti jelai dan dua ikan bawaannya diminta oleh para murid. Saya membayangkan anak itu tidak serta-merta menyerahkan bekalnya; para murid perlu memberinya pengertian dulu. Lima roti dan dua ikan sepertinya memang tidak ada artinya dibandingkan dengan 5.000 orang lebih yang perlu makan. Tetapi, melalui kerelaan sang anak, lima ribu orang yang mengikuti Yesus bisa makan. Meskipun Yesus bisa saja memberi mereka makan dengan cara lain, Dia memilih memakai anak kecil ini untuk memberikan pelajaran kepada para pengikutnya. Hal kecil yang kurang berarti bisa menjadi berkat bagi banyak orang ketika dengan rela diserahkan kepada Tuhan.

Kita dapat meneladani sikap anak kecil itu. Adakalanya kita merasa belum bisa memberikan sesuatu bagi Tuhan karena kita menganggap kepunyaan kita hanya sedikit. Kita lantas berpikir nanti saja, kalau sudah punya berlebih baru memberi. Tetapi, Tuhan lebih memedulikan kerelaan kita. Seberapa pun pemberian kita, Dia dapat memakainya untuk memberkati orang banyak.—YBP
 
YANG TERUTAMA BUKAN JUMLAHNYA,
MELAINKAN KERELAAN KITA DALAM MEMBERIKANNYA

Senin, 14 April 2014

" CEPAT MENGAMPUNI "
 
Baca: Mazmur 86

Ya Tuhan, Engkau begitu baik dan murah hati, cepat mengampuni dan penuh kemurahan bagi semua orang yang meminta pertolongan-Mu. (Mazmur 86:5, FAYH)


Suatu ketika, keluarga kami hendak menambah daya listrik di rumah. Seorang saudara merekomendasikan temannya untuk mengurus keperluan tersebut. Setelah uang diberikan pada orang itu, nyatanya urusan tidak kunjung beres. Setelah diselidiki, ternyata orang tersebut bukan petugas resmi PLN. Ketika saya meminta pertanggungjawabannya, hanya janji palsu yang saya dapatkan. Sesaat, saya sempat sakit hati kepada saudara saya dan orang itu, tetapi akhirnya saya dimampukan untuk mengampuni sehingga hubungan kami kembali seperti semula.
Allah kita dikenal suka mengampuni. Alkitab Firman Allah Yang Hidup menuliskan, selain baik dan murah hati, Allah kita cepat mengampuni. Cepat mengampuni artinya tidak membutuhkan waktu lama bagi Allah untuk mengampuni dosa atau kesalahan manusia. Hal ini bukan berarti manusia dapat berbuat dosa seenaknya. Konsekuensi perbuatan dosa tetap harus ditanggung, tetapi bagi mereka yang memerlukan pengampunan, Dia akan memberikan dengan sangat cepat. Bahkan sebelum perbuatan dosa dilakukan, keputusan Allah untuk mengampuni sudah bulat. Kuasa darah Yesus sudah tercurah bagi manusia yang masih berdosa (Rm. 5:8).
Bagi mereka yang telah diampuni, Dia hanya meminta agar pengampunan tersebut diteruskan kepada orang lain. Seberapa cepat? Secepat mungkin! Kecepatan mengampuni bisa jadi tidak sama untuk setiap orang, tetapi kita perlu target yang sama: semakin lama hidup di bumi, semakin cepat mengampuni.—IDO
 
ORANG YANG TELAH DIAMPUNI AKAN TERMOTIVASI
UNTUK MENERUSKAN PENGAMPUNAN KEPADA ORANG LAIN

 

Minggu, 13 April 2014

KARENA TAK PERCAYA
 
 
 
 
Baca: Lukas 4:16-30
Mereka bangkit, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. (Lukas 4:29)


Perintang jalan ada di depan. Seorang polisi perbatasan berdiri dengan tangan terentang saat sebuah mobil mendekat. Ia membungkukkan badan dan memberitahukan bahwa sebuah jembatan telah hancur tak jauh dari situ. Si pengemudi menjawab, “Saya tidak percaya pada Anda. Menurut saya, Anda bukan polisi asli. Silakan minggir, saya harus menghadiri pertemuan bisnis!” Si pengemudi tidak menghiraukan peringatan karena ia tidak percaya bahwa yang berdiri di hadapannya benar-benar seorang polisi. Ya, apa yang kita percayai tentang seseorang dapat memengaruhi keputusan kita.
Suatu kali Yesus mengajar banyak orang di sebuah rumah ibadat di Nazareth tempat Dia dibesarkan. Orang-orang takjub dan heran mendengar pengajaran-Nya. Tetapi, mereka tidak percaya akan ketuhanan Yesus, dan berkata, “Kami tahu siapa Engkau sebenarnya. Engkau adalah anak Yusuf dan Maria orang Galilea. Kami kenal siapa saudara-saudara-Mu. Mungkin Engkau seorang nabi, tetapi Engkau bukan Anak Allah!” Akibatnya, mereka menolak Yesus sebagai Tuhan (ay. 29).
Apakah kita mengakui Yesus sebagai Tuhan atas hidup kita dan hidup dalam firman-Nya? Ketika kita memutuskan untuk percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan, kita akan menjadi orang yang benar-benar mengasihi-Nya. Kita akan menunjukkan kepercayaan itu dengan menaati ucapan-Nya. Kehidupan-Nya akan memengaruhi kehidupan kita karena Dia ada dalam hati kita. Kehidupan-Nya akan terpancar di dalam dan melalui kehidupan kita dalam setiap segi.—SYS
 
KEYAKINAN KITA HARI INI MEMENGARUHI KEPUTUSAN KITA,
DAN KEPUTUSAN ITU SELANJUTNYA MEWARNAI KEHIDUPAN KITA




Kamis, 10 April 2014

" DIA TELAH MELAKUKANNYA "
 
 
 
Baca: Mazmur 22:23-32

Mereka akan memberitakan keadilan-Nya kepada bangsa yang akan lahir nanti, sebab Ia telah melakukannya. (Mazmur 22:32)


Pernahkah hati kita galau seolah Tuhan meninggalkan kita? Memang berat beban yang harus kita tanggung kala persoalan demi persoalan menimpa, tetapi jalan keluar tak kunjung tiba. Saya pernah mengalaminya. Mazmur 22 ini memberi pelajaran berharga tentang iman. Setelah merenungkannya, saya merasakan beban yang menindih itu akhirnya terangkat.
Bagian kedua Mazmur 22 adalah pernyataan iman si pemazmur bahwa Allah yang ia sembah adalah Allah yang peduli kepada orang yang tertindas. Pemazmur pun bangkit dari kegalauan perasaan diabaikan oleh Tuhan dan mulai mengajak umat untuk memuji Dia. Pemazmur tidak mau tunduk pada perasaan galaunya. Ia tidak mau menyerah dalam kondisi yang terasa berat. Sebaliknya, ia memercayakan diri pada keadilan dan kekuasaan Tuhan dan menganggap Tuhan sudah turun tangan untuk menolongnya.
Bersyukur, memuji Tuhan, dan mengajak umat menyembah Tuhan adalah sebuah tindakan iman. Dengan beriman, pada saat penantian pun kita sudah memercayakan diri pada Tuhan dan sudah melihat dengan kaca mata iman penyelesaian yang Dia lakukan.Pujian kepada Allah selalu mengangkat hati manusia ke tempat yang lebih tinggi. Pujian yang tulus memberikan ruang kepada si pemuji untuk melihat keperkasaan Allah di takhta-Nya yang mahatinggi. Pada saat yang sama, si pemuji pun akan melihat bahwa persoalan dirinya yang begitu membelenggu dan menghimpitnya ternyata jauh lebih kecil dari kebesaran dan kedahsyatan Allah. Oleh karena itu, mari kita memuji Tuhan senantiasa.—ENO
 
TUHAN TELAH, SEDANG, DAN AKAN MENOLONG UMAT-NYA.
MARILAH KITA MEMUJI DAN MERAYAKAN PERTOLONGAN-NYA.

Rabu, 09 April 2014

TITIPAN TUHAN
 
 
 
TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. (Kejadian 2:15)

Bacaan Alkitab Setahun:
1 Samuel 25-27

Seperti apa masa depan dalam imajinasi kita? Di film Elysium, bumi digambarkan sudah begitu buruk dan tercemar hingga sejumlah kelompok elite yang berduit tinggal di stasiun luar angkasa bernama Elysium. Di sana tiap orang dimanjakan dengan fasilitas kesehatan nan canggih, sedangkan orang-orang miskin yang tertinggal di bumi hidup menderita. Konsep yang hampir mirip juga dipaparkan dalam film animasi Wall-E.
Bayangan buruk tentang masa depan bumi seperti itu sangat berlawanan dengan indahnya Taman Eden yang kita baca hari ini. Alkitab mengenalkan kita pada rencana awal Tuhan untuk manusia: Dia menempatkan kita di lokasi yang sesuai untuk hidup kita, dan kita dipanggil untuk berkarya; tak hanya mengusahakan, tapi juga memelihara. Mengusahakan berarti melakukan tugas terbaik sesuai panggilan pribadi kita: kontraktor, guru, pebisnis, dll. Adapun memelihara berarti kita harus bertanggung jawab dalam berusaha, dengan mengingat bumi ini sesungguhnya milik Tuhan.
Begitu banyak prediksi dan penelitian seputar isu lingkungan hidup dan masa depan bumi, yang mungkin hanya kita perhatikan sambil lalu. Hari ini kehancuran lingkungan hidup mungkin terasa hanya fiksi, namun bukan tidak mungkin menjadi nyata jika kita terus tidak peduli. Bagaimanapun, kita adalah bagian dari bumi ini. Nama “Adam” dalam bahasa Ibrani diambil dari kata adama, yang berarti tanah. Mari kita jaga bumi yang sudah Tuhan percayakan pada kita, melalui berbagai tindakan dalam keseharian kita.–-OLV
 
 
DENGAN MENGUSAHAKAN DAN MEMELIHARA BUMI, KITA MEMBANGUN
LINGKUNGAN YANG KONDUSIF BAGI UMAT TUHAN UNTUK BERKARYA

Kamis, 03 April 2014

" SEMUT & BELALANG "





Baca: 2 Tesalonika 3:1-15

Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: Jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. (2 Tesalonika 3:10)


Pada musim dingin, si belalang melihat sederet semut membawa biji-bijian ke sarang mereka. Kata belalang, “Maukah kamu berbagi sedikit makanan? Saya belum makan apa pun sejak kemarin; saya hampir mati kelaparan.” Seekor semut menjawab, “Apa yang kamu lakukan sepanjang musim panas sehingga tidak punya makanan pada musim dingin ini?” Kata belalang, “Saya menghabiskan waktu untuk bernyanyi dan beribadah kepada Tuhan; saya sibuk mempersembahkan berbagai kidung kepada-Nya sehingga saya tidak sempat mengumpulkan makanan untuk musim dingin.” Jawab semut. “Kalau begitu, berdoalah terus dan mintalah musim dingin segera pergi.” Rombongan semut itu berlalu meninggalkan si belalang.
Fabel di atas mengingatkan saya pada ajaran Paulus. Ia menegaskan bahwa orang yang tidak mau bekerja tidak boleh makan. Ia tidak berbicara tentang orang yang tidak mampu bekerja, melainkan orang yang malas atau enggan bekerja. Orang semacam itu hanya akan menjadi benalu di tengah keluarga dan masyarakat. Sebaliknya, orang yang rajin bekerja bukan hanya akan dapat mencukupi kebutuhan pribadi, namun kiranya mendapatkan hasil berlebih untuk membantu orang lain yang kekurangan.
Bekerja tidak lain adalah perwujudan dari iman dan ibadah. Berdoa dan bekerja, dengan demikian, tidak sepatutnya dipertentangkan; keduanya perlu berjalan beriringan. Jika orang menghayati hal ini dengan baik, ia akan bekerja dengan penuh sukacita dan rasa syukur, dan hasilnya pun akan optimal.—ENO
ORANG PERCAYA TIDAK AKAN BERMALAS-MALASAN,
TETAPI BEKERJA DENGAN TEKUN SEBAGAI UNGKAPAN IMANNYA

Rabu, 02 April 2014

" TERGERAK BELAS KASIHAN "


Baca: Markus 6:30-44

Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka. (Markus 6:34)

Apa reaksi seseorang ketika melihat orang lain ditimpa masalah atau malapetaka? Ada orang yang tergerak oleh belas kasihan, turut merasakan penderitaan itu, dan melakukan sesuatu untuk meringankan beban orang yang ditimpa masalah. Tetapi, ada juga orang yang bersikap biasa-biasa saja, masa bodoh, tak mau tahu. Tidak semua orang berbelas kasih ketika menyaksikan orang lain tertimpa musibah. Belas kasihanlah yang menggerakkan seseorang untuk keluar dari dirinya, dari kepentingan pribadinya, lalu mengarahkan hati dan pikirannya kepada orang lain. Belas kasihan menggerakkannya untuk bermurah hati.
Yesus, Sang Gembala Agung, tergerak hati-Nya oleh belas kasihan saat melihat orang banyak karena mereka seperti kawanan domba tanpa gembala. Orang-orang dari berbagai kalangan tampak memerlukan bimbingan dan perlindungan. Bertemu dengan orang yang memerlukan bantuan, Yesus tidak berdiam diri. Dan ini yang Dia lakukan: pertama, Dia mengajari mereka banyak hal, lalu memberikan peneguhan dan arahan. Tidak berhenti di situ, Yesus mengajak para murid-Nya untuk memberi mereka makan. Yesus, tidak membiarkan orang-orang menderita kelaparan dan hidup tanpa pengharapan.
Di sekitar kita ada banyak orang menderita. Orang yang sedang bergumul dengan penyakit, orang yang perlu dukungan, empati, dan kehadiran orang lain yang akan memberinya semangat hidup. Melihat kondisi ini, apakah kita tergerak belas kasihan dan melakukan sesuatu untuk memenuhi harapan mereka?–SYS
 
BELAS KASIHAN AKAN MENDORONG KITA UNTUK PEDULI
DAN BERGERAK UNTUK BERMURAH HATI

Selasa, 01 April 2014

" TIDAK TIMBUL LAGI "


Baca: Yohanes 8:2-11

Lalu kata Yesus, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan mulai sekarang, jangan berbuat dosa lagi.” (Yohanes 8:11)

Orang tua itu menemui pendeta dan bercerita, “Saat muda saya berselingkuh, meninggalkan istri dan anak saya. Kemudian, anak saya meninggal karena sakit dan istri saya menyusul karena berduka. Saya tidak sempat memohon maaf pada mereka. Akankah Tuhan mengampuni saya?” Pendeta itu mengajaknya ke tepi sungai. Ia disuruh mengambil batu besar dan melemparkannya ke air. Pendeta itu mengambil kerikil dan juga melemparkannya ke air. Pendeta itu bertanya, ”Mana dari kedua batu itu yang akan timbul dari dalam air?” Jawab orang itu, ”Tidak ada.” Pendeta itu berkata, “Betul. Begitu juga dosa kita di hadapan Tuhan, besar atau kecil tidak diperhitungkan lagi karena Tuhan sudah menghapusnya.”Saat ahli Taurat dan orang Farisi membawa kepada-Nya perempuan yang berzinah, Yesus menempelak mereka. Jika mereka tidak berdosa, silakan mereka merajam perempuan itu (ay. 7). Nyatanya tidak ada seorang pun yang mengambil batu, dan satu per satu mereka meninggalkan tempat itu. Adapun Yesus, bukannya menghukum, Dia malah mengulurkan pengampunan, dan memberi perempuan itu kesempatan untuk hidup baru (ay. 11).

Pengampunan Yesus ini setidaknya mengandung dua pesan. Pertama, jangan menghakimi dosa orang lain. Kita juga berbuat dosa; mengapa kita begitu sombong, menganggap dosa orang lain lebih parah daripada dosa kita? Kedua, Tuhan tidak membeda-bedakan antara dosa besar dan dosa kecil. Yang penting bukan besarnya dosa kita, namun apakah kita bersedia memohon ampun kepada-Nya.–MIT
 
JIKA ALLAH SAJA MENYEDIAKAN PENGAMPUNAN,
MENGAPA KITA MALAH MELONTARKAN PENGHAKIMAN?