Kamis, 29 Mei 2014

HAI, ANAK-KU




Kata Yesus kepada mereka, “Hai anak-anak, apakah kamu punya ikan?” Jawab mereka, “Tidak.” (Yohanes 21:5)



Pada Juni 2013, kelab basket San Antonio Spurs nyaris menjadi juara NBA. Sayang sekali, di partai final mereka dikalahkan oleh Miami Heat dengan angka 95-88. Bagaimana tanggapan sang pelatih, Gregg Popovich, saat mereka di kamar ganti? “Saya hanya menyatakan bahwa saya mencintai mereka,” kata Popovich. “Pencapaian mereka tahun ini melampaui harapan siapa pun. Mereka menunjukkan keteguhan mental dan kecakapan bermain secara bagus untuk menc
apai final. Saya hanya bisa berkata: saya bangga dan mencintai mereka.”

Bagaimana Tuhan Yesus menyikapi kegagalan murid-murid-Nya? Hampir semua murid meninggalkan-Nya saat ia bergumul dalam sengsara penyaliban. Ketika Dia kemudian bangkit dari antara orang mati, ada murid yang meragukan kejadian itu. Apakah Dia geram pada mereka? Mereka pantas ditegur dengan keras. Namun, dengarlah bagaimana Dia menyapa mereka, bahkan ketika mereka belum mengenali-Nya: “Hai anak-anak.” Lembut, penuh rasa sayang. Dalam bayangan saya, Yesus mengucapkannya sambil tersenyum. Selain panggilan untuk anak kandung, kata “anak” juga dapat ditujukan kepada siapa saja untuk menyatakan hubungan kasih yang istimewa. Ya, Dia tidak menghardik mereka. Sebaliknya, Dia memilih untuk meneguhkan kasih-Nya kepada mereka dan memberi mereka kesempatan baru.

Ketika kita gagal, Dia tidak geram dan menghardik kita dengan keras. Sebaliknya, Dia menyapa kita dengan lembut dan penuh kasih, “Hai, anak-Ku.” Sungguh membangkitkan penghibur an, bukan?—ARS


DI DALAM KRISTUS, ALLAH TIDAK MENGHUKUM KITA,
TETAPI MEMELUK KITA DENGAN PENUH KASIH SEBAGAI ANAK-NYA.

Kamis, 22 Mei 2014

TIDAK KEKURANGAN



Baca: Filipi 4:10-20

Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. (Filipi 4:19)

Saat memutuskan bekerja di bidang yang saya geluti sekarang, saya merasa kurang nyaman dan agak khawatir. Dengan penghasilan relatif rendah, saya harus pandai-pandai dalam mengatur keuangan, agar jangan sampai terjerat utang. Di sini saya belajar untuk mencukupkan diri. Syukurlah, Tuhan senantiasa mencukupi dan memelihara saya; saya tidak pernah kekurangan. Dengan cara yang ajaib, Dia menyediakan segala sesuatu yang saya perlukan.
Ketika bertugas melayani jemaat di Filipi, Rasul Paulus menghadapi kenyataan hidup yang tidak mudah. Namun, ia tidak lalu apatis, tetapi bersyukur kepada Tuhan dan mencukupkan diri dengan apa yang ada (ay. 11). Ia yakin segala perkara dapat ia tanggung di dalam Dia yang memberinya kekuatan (ay. 13). Tuhan tidak tinggal diam, tetapi turut menanggung segala sesuatu yang menjadi kebutuhan umat-Nya.
Barangkali Anda juga menghadapi kenyataan hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Rasa tidak nyaman, ketakutan, dan kekhawatiran menghampiri, membuat kita bertanya-tanya, dapatkah kita melewati keadaan ini dengan baik. Sebagian orang bahkan mengalami stres dan depresi karenanya.
Untuk menghadapi pergumulan itu, Tuhan menawarkan cara terbaik dalam menjalani hidup ini: percaya akan pemeliharaan-Nya. Percaya bahwa Dia sanggup menanggung segala kebutuhan kita. Dia akan memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus (ay. 19). Dengan hidup di dalam Dia, kita tidak akan mengalami kekurangan.—WB
 
 
KEADAAN MUNGKIN TIDAK BERSAHABAT,
NAMUN PEMELIHARAAN TUHAN MENOPANG KITA DENGAN KUAT

Senin, 19 Mei 2014

TAMENG KEHIDUPAN



Baca: Yohanes 10:1-18

Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Akulah pintu bagi domba-domba itu... siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. (Yohanes 10:7, 9)


Pada 20 Mei 2013, tornado dahsyat menerjang Oklahoma, Amerika Serikat. Angin kencang 300 km/jam itu meluluhlantakkan semua daerah yang diterjangnya. Ada guru di SD Plaza Towers yang menjadi “tameng hidup” bagi murid-muridnya. Bagaimana tidak? Ia berbaring di atas tubuh enam murid di kamar mandi sekolah, agar anak-anak itu tak tercabut oleh pusaran tornado! Akibatnya, ia mengalami luka cukup serius di sekujur tubuh. Ya, ia bukan hanya guru yang mentransfer ilmu, tetapi juga mentransfer hidup bagi murid-muridnya. Itulah ciri gembala yang sesungguhnya—menurut Yesus. Gembala upahan akan lari saat ada bahaya. Sebaliknya, setiap petang gembala sejati membawa seluruh dombanya masuk ke kandang, lalu ia akan tidur di pintu kandang. Ia tidur di situ agar bisa cepat tahu bila ada binatang buas yang hendak memasuki kandang untuk menerkam domba-dombanya. Yesus adalah Gembala sejati manusia. Dia berkata: “Akulah pintu ke domba-domba itu”. Di bukit Kalvari, Dia memasang badan-Nya menjadi “tameng hidup” yang menyelamatkan domba-domba-Nya dari maut. Dan, salib Kalvari menjadi pintu menuju surga—tem pat teraman dari semua badai keganasan dunia yang sedang menuju kehancuran. Yesus bukan hanya mengajarkan jalan keselamatan, Dia sendirilah jalan keselamatan itu. Dia mengurbankan hidup-Nya demi memperdamaikan manusia dengan Allah, agar setiap orang yang percaya tidak binasa melainkan beroleh hidup kekal. Sudahkah Anda memercayai-Nya dan menyambut keselamatan-Nya?—SST
 
 
SIKAP DAN KEPUTUSAN KITA TERHADAP YESUS SAAT INI
MENENTUKAN NASIB KITA DALAM KEKEKALAN

Minggu, 18 Mei 2014

TRANSFORMASI



Baca: Efesus 5:1-21
Karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran.(Efesus 5:9)


Terang jelas berbeda dari kegelapan; terang tidak dapat bersatu dengan kegelapan. Ketika terang datang, kegelapan akan sirna karena terang akan menyingkapkan segala sesuatu yang tertutup oleh kegelapan. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk melenyapkan kegelapan adalah dengan mendatangkan terang.
Paulus menjelaskan bahwa orang yang telah diselamatkan karena iman kepada Kristus bukan sekadar mengalami perbaikan, melainkan mengalami transformasi radikal dari gelap menjadi terang. Yesus Kristus adalah terang dunia, siapa saja yang beriman kepada Kristus akan menjadi terang dan dipanggil untuk hidup di dalam terang. Karakter terang akan nyata melalui kebaikan, keadilan, dan kebenaran yang muncul sebagai buahnya. Hidup sebagai anak terang juga berarti selalu mencari apa yang berkenan bagi Tuhan yang telah menganugerahkan keselamatan.
Hidup sebagai anak terang adalah panggilan utama kita sebagai pengikut Kristus. Sikap ini tentu berdampak pada perilaku, pola pikir, dan nilai hidup yang kita anut. Kita mengalami perubahan berbeda dari sebelum kita mengenal Kristus. Kita menjadi ciptaan baru sehingga perilaku dan pola pikir kita sebelum dan sesudah mengenal Kristus, bila dibandingkan, kira-kira seperti perbedaan antara siang dan malam. Lihatlah hidup kita, sudahkah perbedaan itu terpancar semakin nyata dari hari ke hari? Bangunlah, dan biarkan cahaya Kristus menyala di dalam dan melalui hidup Anda. Pancarkan terang Kristus itu kepada orang-orang di sekitar Anda.—ENO

KITA MENERIMA DAN MENGALAMI TERANG-NYA
UNTUK MEMANCARKAN TERANG ITU KEPADA SESAMA

Selasa, 13 Mei 2014

SERIBU KATA



Baca: Yakobus 3:1-12

Tetapi tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tidak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.(Yakobus 3:8)

Dalam film A Thousand Words, dikisahkan bahwa hidup Jack McCall, sang tokoh utama, ditentukan oleh seribu kata yang ia ucapkan. Ada pohon yang tiba-tiba muncul di halaman rumahnya, dan setiap kata yang ia ucapkan akan merontokkan sehelai daun dari pohon itu. Setiap kata menentukan berapa lama ia akan bertahan hidup. Menarik sekali melihat bagaimana McCall harus berhemat sedemikian rupa dalam berkata-kata, termasuk ketika hendak berbicara dengan istri, rekan bisnis, atau memesan kopi di kedai favoritnya. Meskipun hanya fiktif, kisah Jack McCall mengandung pesan yang sangat baik untuk direnungkan. Alkitab juga mengingatkan betapa berbahayanya lidah manusia; tidak ada seorang pun yang berkuasa menjinakkannya. Lidah digambarkan sebagai sesuatu yang buas, tak terkuasai, dan penuh racun mematikan. Ada banyak orang telah menjadi korban dari lidah yang tidak terkendali. Ada banyak orang tanpa sadar menyebarkan racun yang mematikan lewat perkataan yang terucap secara sembarangan.Firman Tuhan menasihati kita agar lebih berhati-hati dalam berbicara. Allah tidak perlu “menumbuhkan” pohon ajaib supaya kita dapat lebih berhati-hati dalam bertutur kata. Akan tetapi, kita memerlukan pertolongan-Nya supaya dimampukan untuk mengendalikan kebuasan lidah. Dia ingin lidah kita memuji Tuhan dan mengucapkan perkataan berkat, bukan untuk mengutuk. Mari kita bersungguh-sungguh memperhatikan perkataan supaya bisa menjadi saluran berkat bagi sesama.—IDO

SEKALI PERKATAAN TERLONTAR,
IA TIDAK AKAN PERNAH BISA DITARIK KEMBALI

Senin, 12 Mei 2014

TOPENG PENAMPILAN



Baca: Yakobus 2:1-13

Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, kamu berbuat baik.(Yakobus 2:8)


Dunia cenderung mengukur manusia berdasarkan penampilan. Jika seseorang berpenampilan baik, ia dianggap orang baik. Namun, penampilan dapat mengecoh; tidak sedikit orang yang menipu dengan bertopeng penampilan keren. Ya, orang menyebutnya sebagai “penjahat berdasi”. Dengan begitu, tidaklah cukup jika kita menilai seseorang berdasarkan penampilannya saja.
Namun, dalam pelayanan Kristen, kita juga masih banyak yang memakai ukuran duniawi. Ada yang digolongkan sebagai kaum elite, yang mendapatkan prioritas khusus dalam pelayanan. Yakobus mengingatkan orang percaya untuk menjauhi sikap itu. Sikap hati yang membeda-bedakan orang seperti itu dianggap jahat (ay. 4). Sebaliknya, kita mengamalkan iman kristiani dengan mengasihi secara tidak pandang bulu. Bukankah Tuhan sudah memilih orang yang dianggap miskin menurut ukuran duniawi untuk sama-sama menjadi ahli waris Kerajaan yang dijanjikan-Nya (ay. 5)?
Kita mengasihi sesama antara lain dengan berbuat baik kepada mereka (ay. 8). Kita mengasihi tanpa memilah dan memilih, dengan menyadari bahwa setiap orang adalah kepunyaan Allah, sebagaimana diri kita sendiri (ay. 7). Dan, kasih itu sendiri bersumber dari Allah. Karena itu, seharusnya kita sadar seperti Petrus, yang memahami bahwa Allah dalam mengasihi manusia tidak membedakan orang (Kis. 10:34). Mari kita belajar mengasihi tanpa pamrih, dan tidak memandang muka. Jika tidak, kita terhitung orang yang melakukan pelanggaran hukum Tuhan (ay. 9). Tindakan kasih kita hanya seperti topeng.—JAP

 
 
MENYADARI KASIH ITU BUKAN BERASAL DARI DUNIA,
PENERAPANNYA PUN HARUS DENGAN UKURAN TUHAN

Kamis, 08 Mei 2014

ANUGERAH-NYA YANG AJAIB



Baca: Yosua 2:8-24

Ketika kami mendengar itu, tawarlah hati kami dan jatuhlah semangat setiap orang menghadapi kamu, sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah.(Yosua 2:11)


Di mata manusia mana mungkin pelacur memperoleh keselamatan. Diukur dari standar agama mana pun pelacur sangat tidak layak untuk menerima keselamatan. Namun, jika Tuhan berkenan menyelamatkannya, memangnya kenapa? Keselamatan bukanlah upah dari kebaikan manusia, melainkan pemberian Allah karena kasih dan anugerah-Nya semata. Anugerah yang direspon dengan iman. Oleh iman, manusia menyambut keselamatan itu. Anugerah-Nya memang ajaib.
Hal itu dialami oleh Rahab, seorang pelacur bangsa Kanaan. Ia mengakui bahwa Tuhan Allah Israel adalah “Allah di langit di atas dan di bumi di bawah” (ay. 11). Ini sebuah pernyataan teologis yang mendalam. Bagaimana Rahab memiliki pemahaman iman seperti itu? Ia tidak mendapatkan pendidikan teologia. Ia memperolehnya melalui penyataan Allah, melalui alam karya ciptaan-Nya dan melalui sejarah bangsa Israel yang sampai ke telinga bangsa Kanaan. Iman Rahab juga terlihat dengan jelas dari permintaannya kepada dua mata-mata Israel agar mereka menyelamatkan dirinya dan keluarganya ketika Tuhan menyerahkan Yerikho ke dalam tangan Israel kelak. Ini adalah pernyataan iman yang dinamis, yang percaya bahwa Tuhan akan bertindak sesuai dengan kedaulatan dan kuasa-Nya.
Anugerah Tuhan tidak pandang bulu. Oleh karena itu, kita tidak boleh menghakimi orang yang mau menerima anugerah Tuhan. Kita malah harus bersyukur dan mendorong orang tersebut merespon anugerah itu dengan sikap yang sepadan, yaitu dengan beriman dan menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya.—ENO
 
 
KALAU KITA TIDAK BISA MERAIHNYA DENGAN KEKUATAN SENDIRI,
BERARTI HARUS ADA YANG MEMBERIKANNYA. ITULAH ANUGERAH


Rabu, 07 Mei 2014

KENDALI ALLAH



Baca: Mazmur 52

Tetapi aku ini seperti pohon Zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya. (Mazmur 52:10)

Pohon zaitun membutuhkan waktu lama untuk bertumbuh dan dapat mencapai usia ribuan tahun. Pohon ini nyaris tidak dapat binasa karena, jika ditebang, akarnya akan kembali bertunas. Rahasia kesuburan dan ketangguhan pohon ini adalah akarnya yang panjang dapat menembus jauh ke dalam tanah. Pohon ini pun memiliki kemampuan memulihkan diri yang luar biasa. Pada musim kering pohon zaitun menjadi layu, namun tunggulnya masih dapat hidup lagi. Ketika hujan turun, dahan baru akan muncul dari akarnya.
Daud juga memandang situasi hidupnya sebagai bagian dari proses pertumbuhan iman, agar semakin tangguh dan berkualitas. Ia percaya Allah memegang kendali, maka ia yakin dapat bertahan dalam segala kondisi. Termasuk ketika Ahimelek dan para imam serta penduduk Nob dibunuh setelah Saul mendapat laporan dari Doeg bahwa Daud menemui Ahimelek. Dalam keadaan terancam dan geram, Daud menyerahkan pengadilan sepenuhnya pada Allah. Ia yakin akan tetap terpelihara dan bertahan hidup seperti pohon zaitun yang menghijau di rumah Allah.
Segala peristiwa, baik yang membahagiakan maupun yang mengecewakan, adalah bagian dari proses pertumbuhan iman dan pembentukan karakter kita. Kita dapat meneladani sikap Daud yang menyerahkan segala situasi kepada Tuhan. Allah tidak hanya memampukan kita untuk bertahan, namun juga membuat iman kita bertumbuh. Segala sesuatu ada dalam kendali-Nya dan tidak ada satu kekuatan pun yang dapat mengubah rencana-Nya atas hidup kita.—RA


SEGALANYA DALAM KENDALI TUHAN, DIA AKAN MEMBUAT KITA BERTAHAN
DALAM MENJALANI KEHIDUPAN SESUAI DENGAN YANG DIA HARAPKAN

Selasa, 06 Mei 2014

KIRANYA SELALU BEGITU



Baca: Ulangan 5:23-33

Kiranya hati mereka selalu begitu, yakni takut akan Daku dan berpegang pada segala perintah-Ku, supaya baik keadaan mereka dan anak-anak mereka untuk selama-lamanya! (Ulangan 5:29)

Saya pernah mendapatkan kesempatan membaca pesan dari seorang hamba Tuhan kepada anaknya yang beranjak remaja dan sedang berulang tahun. Salah satu harapan dan doanya adalah agar anaknya senantiasa mengasihi Allah dan hidup dalam takut akan Allah. Sebagai orangtua, hamba Tuhan itu menyadari bahwa hanya ketika anaknya mengasihi Allah dan takut akan Dia, masa depannya sungguh terjamin dan ia akan sanggup menghadapi tantangan apa pun dalam hidupnya.
Harapan serupa disampaikan Allah kepada umat-Nya. Bangsa Israel mendengarnya dari Musa ketika Musa menceritakan ulang perjalanan nenek moyang mereka bersama Allah. Ketika itu, ada kegentar an yang dirasakan oleh segenap bangsa Israel sehingga mereka memilih mengutus Musa menghadap Allah, lalu menyampaikan apa yang Allah firmankan. Mereka pun berjanji untuk mendengar dan melakukannya. Kondisi hati bangsa Israel yang takut dan gentar membuat Allah terpikat dan Dia berharap kondisi hati umat pilihan-Nya selalu begitu. Bagi mereka yang memelihara hati yang takut akan Allah, ada jaminan keadaan mereka dan keturunan mereka baik untuk seterusnya.
Takut akan Allah dan berpegang pada segala perintah atau firman-Nya. Harapan yang sama masih Allah gaungkan sampai saat ini. Apakah kita bersedia memenuhi harapan itu? Jika kita mengharapkan keadaan yang baik untuk masa depan kita dan keturunan kita, tidak ada cara lain, mari belajar untuk memelihara hati yang takut akan Dia dan pegang teguh kebenaran firman-Nya.
 
 
ALLAH AKAN MENJAMIN MASA DEPAN MEREKA
YANG TAKUT AKAN ALLAH DAN BERPEGANG PADA FIRMAN-NYA


PILIHAN BERDAMPAK KEKAL



Baca: Ibrani 12:1-17

Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau mempunyai nafsu rendah seperti Esau yang menjual hak kesulungannya demi sepiring makanan.(Ibrani 12:16)

Manakah yang lebih penting, tekun mempelajari Alkitab atau asyik mengutak-atik gadget terbaru? Mana lebih baik, hidup miskin namun jujur dibandingkan mendapat uang berlimpah dari bisnis yang merugikan banyak orang? Apa yang lebih bernilai, membina hubungan kasih dengan pasangan nikah atau menghabiskan waktu untuk chatting dengan lawan jenis di luar nikah? Mungkin cukup mudah menjawab pertanyaan ini. Namun jawaban kita mungkin saja tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya kita lakukan. Kita lebih suka mencari gadget dan aplikasi terbaru, hidup dengan uang berlimpah, dan bercengkerama dengan orang yang bukan pasangan resmi kita.
 
Tuhan meminta kita untuk tidak memilih keinginan nafsu dan mengorbankan kekudusan yang bernilai kekal. Dengan mengambil contoh Esau, penulis kitab Ibrani ingin mengingatkan akan pilihan yang kita ambil. Esau memilih untuk menukarkan hak kesulungan dengan sepiring makanan, sebuah penukaran yang sungguh tidak seimbang. Dalam konteks pembahasan kitab Ibrani, hak kesulungan merupakan lambang kekekalan, anugerah yang Tuhan berikan. Sebaliknya, makanan adalah simbol kenikmatan sementara, hawa nafsu, dan dosa. Pilihan salah Esau ternyata berakibat penyesalan yang tidak mungkin lagi bisa dikoreksi (ayat 17).
 
Marilah bijak memilih. Utamakan kekekalan, yaitu dengan menjaga kekudusan dan hidup dengan pengendalian diri. Ketika kita menginginkan sesuatu, pikirkan dahulu dampak pilihan itu terhadap kekekalan. Ambil dan lakukan apa yang mendatangkan berkat dan yang berkenan kepada Tuhan kita.–-HEM
 
TIDAK PERLU TAKUT MENGHADAPI PENDERITAAN
KETIKA KITA SUDAH MEMILIH PERKARA YANG BAIK DAN BENAR

Kamis, 01 Mei 2014

AWAL PEMBELAJARAN



Baca: Amsal 1:1-7

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan. (Amsal 1:7)


Suatu kali anak bungsu saya bertanya mengapa toko anak Tuhan tutup pada hari Minggu. Syukurlah, kakak nya sudah bisa menjelaskan, “Kita berhenti melakukan aktivitas sehari-hari, supaya bisa beribadah. Kan itu perintah Tuhan.” Ha, saya tak perlu menjelaskan lagi. Lalu, sang kakak bertanya tentang mitos budaya di Jogja. “Ma, apa betul kita tidak boleh pakai baju hijau kalau pergi ke Pantai Selatan? Memangnya kenapa?” Ha, sekarang saya tak mau menghindar. Sebab, saya ingin mereka mengetahui kebenaran.

Sebagai orangtua, kita perlu me mastikan cara pandang anak kita terhadap segala sesuatu. Apakah mereka sudah memiliki cara pandang yang benar? Cara pandang siapakah yang mereka ikuti? Apakah cara pandang para ilmuwan, cendekiawan, atau cara pandang Tuhan? Mari cermati nasihat Firman hari ini: Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Apa artinya ini? Cara pandang anak kita hendaknya selaras dengan cara pandang Allah. Bagaimana Allah memandang sesuatu, demikian pula anak kita harus melihatnya. Cara pandang Allah itu akan mengarahkan cara anak kita menanggapi segala sesuatu!

Bila anak-anak sudah memiliki dasar ini, kita tak perlu lagi khawatir bila mereka memasuki belantara informasi. Mereka boleh belajar dan menyerap apa saja. Biarlah mereka menyaringnya bersama Tuhan. Mereka akan tahu mana yang boleh dilakukan, mana yang tidak. Mana yang perlu disimpan, mana yang lebih baik dibuang. Mana yang bisa dipercaya, mana yang tidak. Inilah pembelajaran.—AW
 
DAMPINGI ANAK-ANAK KITA MENGENAL ALLAH DARI DEKAT,
HINGGA DI HATI MEREKA CARA PANDANG ALLAH PUN MELEKAT