Senin, 31 Maret 2014

" KASIH YANG MENGUBAHKAN "
 
 
 
Baca: Hakim-hakim 11:1-11
 
 
Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa. (Hakim-hakim 11:11)
 
Pada usia 12 tahun, Guy Gabaldon melarikan diri dari rumahnya di Los Angeles dan bergabung dengan geng anak jalanan. Kemudian ia diadopsi keluarga keturunan Jepang, Nakano. Hidupnya berubah. Pada Perang Dunia II, Gabaldon bergabung dengan Korps Marinir Amerika Serikat dan dikirim ke Pulau Saipan melawan tentara Jepang. Ia menerobos hutan lebat, keluar masuk gua, berusaha meyakinkan musuh untuk menyerah daripada mati. Ketika Saipan kalah, hampir 31.000 tentara Jepang dan 25.000 penduduk setempat tewas dalam pertempuran atau bunuh diri. Namun, Gabaldon berhasil menyelamatkan 1.500 tawanan perang, yang diperlakukan dengan sangat manusiawi.
Yefta, salah satu pahlawan Israel, memiliki masa lalu yang kelam. Ibunya pelacur (ay. 1-3). Saat remaja, ia terusir dari keluarga dan kampung halaman, lalu bergabung dengan perampok di Tanah Tob. Saat bangsanya terdesak musuh, tanpa malu para penatua yang pernah mengusirnya meminta pertolongannya (ay. 5-10). Yefta pun membawa perkaranya ke hadapan Tuhan, yang melembutkan hatinya dan memenuhinya dengan Roh Tuhan (ay. 11, 29). Sebelum berperang, Yefta mengajak bangsa Amon berdamai, namun mereka memilih berperang (ay. 12-28). Akhirnya Yefta berhasil mengalahkan bangsa Amon dan menyelamatkan bangsanya (ay. 33).
Yefta bukan saja menundukkan Bani Amon (ay. 32). Kasih Tuhan, yang menutupi segala sesuatu dan sabar menanggung segala sesuatu, juga memampukannya mengatasi kegetiran hidup. Bagaimana dengan kita?—SST
 
KITA TIDAK BISA MEMILIH LAHIR DI MANA, OLEH SIAPA, DARI BANGSA APA,
NAMUN KITA BISA MEMILIH HENDAK MENGASIHI ATAU MEMBENCI






Kamis, 27 Maret 2014

" MENGELABUI "
 
 
 
Baca: Kejadian 27:1-40
Lalu datanglah Yakub dekat-dekat dan diciumnyalah ayahnya. Ketika Ishak mencium bau pakaian Yakub, diberkatinyalah dia. (Kejadian 27:27)


Seorang perempuan batal terbang ke Jogja sehingga tiket promo yang sudah dibelinya terancam hangus. Kebetulan, adiknya sendiri memerlukan tiket ke Jogja pada tanggal yang sama. Kakak beradik ini lalu sepakat untuk bertukar identitas. Si adik akan terbang dengan menggunakan tiket dan KTP si kakak. Namun, pada saat pemeriksaan menuju ruang tunggu penerbangan, petugas curiga akan identitas palsu si adik. Petugas memintanya untuk membubuhkan tanda tangan, dan kebenaran pun terungkap.
 
Kejadian ini mengingatkan saya pada kisah Esau dan Yakub dalam mendapatkan berkat dari Ishak, ayah mereka. Atas dorongan Ribka, sang ibu, Yakub mengelabui Ishak dengan membawa olahan daging kambing, bukan hewan buruan (ay. 14), mengenakan pakaian Esau (ay. 15), dan membungkus tangan dan lehernya dengan kulit kambing (ay. 16). Ishak yang penglihatannya sudah rabun mencurigai Yakub beberapa kali (ay. 20, 21, 26), tetapi Yakub dapat berdalih dengan baik dan tampil sebagai “aktor” yang cakap. Akhirnya ia berhasil mendapat berkat dari Ishak walaupun lalu harus melarikan diri dari Esau selama bertahun-tahun.
Mungkin kita juga pernah bersekongkol untuk mengelabui orang lain atau untuk mendapatkan sesuatu, seperti pendapatan tambahan, kedudukan, harga diri. Mungkin muslihat kita berhasil, dan orang tidak berhasil membongkar kebohongan kita. Namun, dapatkah kita terus mengabaikan suara nurani kita? Dapatkah kita menyembunyikan diri dari mata Allah yang mahatahu?—NK
 
KITA MUNGKIN BISA MENGELABUI MANUSIA,
TETAPI MANA MUNGKIN KITA MENGELABUI TUHAN?


 





Rabu, 26 Maret 2014

" MELANGKAH  KE ELIM "
 
 
Baca: Keluaran 15:22-27
Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon kurma. (Keluaran 15:27)


Dalam perjalanan keluar dari tanah Mesir, bangsa Israel melewati banyak tempat. Salah satunya Mara. Bangsa Israel bersungut-sungut karena sewaktu menemukan air di situ ternyata rasanya pahit. Musa berseru-seru kepada Tuhan dan Tuhan menjadikan air itu manis sehingga dapat diminum. Tetapi, Tuhan tidak ingin bangsa Israel berhenti di Mara dan puas dengan mukjizat air menjadi manis. Tuhan membawa bangsa Israel terus melangkah ke Elim. Di tempat ini Tuhan menyediakan berkat yang lebih berlimpah.

Kita sering merasa puas dengan apa yang sudah kita dapatkan, lalu berhenti dan tidak berminat mencoba sesuatu yang baru. Kita tidak mengharapkan hasil yang lebih baik karena kita enggan mesti berusaha lebih keras lagi guna mencapainya. Toh apa yang kita hasilkan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, Tuhan sejatinya menyediakan hal yang lebih besar dari yang kita bayangkan. Ada berkat yang lebih besar yang sudah Tuhan siapkan bagi kita, tetapi kita tidak dapat berpangku tangan untuk menerimanya. Kita perlu berani melangkah keluar dari zona kenyamanan kita, mengikuti pimpinan-Nya, ke tempat yang mungkin tidak kita sukai.
Bukan suatu hal yang mudah untuk mencapai Elim. Dibutuhkan tenaga dan kemauan untuk melangkah. Demikian juga untuk meninggalkan zona kenyamanan. Kelelahan pasti akan menyapa, tetapi kita tidak perlu bersungut-sungut. Dalam setiap langkah, Tuhan menyertai dan menguatkan kita untuk menemukan kelimpahan hidup yang sudah Dia sediakan.—IST
 
MELANGKAH KELUAR DARI ZONA KENYAMANAN
ADALAH CARA UNTUK MENIKMATI BERKAT ALLAH YANG LEBIH BESAR




Selasa, 25 Maret 2014

KUNCI SUKSES
 
 
 
Baca: Yosua 1:1-9
 
Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke mana pun engkau pergi. (Yosua 1:7)


Banyak cara yang ditawarkan dunia untuk sukses. Seribu satu seminar ditawarkan dengan tarif jutaan rupiah. Banyak pula yang tergiur dengan ajakan itu, dan rela membayar mahal dengan harapan bisa sukses. Seusai seminar, jurus yang dipelajari diterapkan, tetapi nyatanya lebih banyak yang gagal daripada yang berhasil.
Firman Tuhan berkata lain tentang jalan menuju keberhasilan ini. Saat Yosua menggantikan Musa, Allah berkata Israel akan mendapatkan daerah baru. Namun tanah itu berpenghuni sehingga harus direbut melalui peperangan. Ini berat. Allah memahami keraguan Yosua, maka sampai tiga kali Dia berkata, "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu...." Dia tidak menjabarkan strategi perang untuk memperoleh tanah itu kepada Yosua. Menurut Allah, kunci keberhasilan terletak pada ketaatan akan firman-Nya. Apa pun tantangan yang mereka hadapi, mereka memiliki kekuatan untuk mengatasi semua itu, dan kekuatan itu tidak lain Allah sendiri.
Pelajaran yang dapat kita petik adalah: tangan Allah yang kuat itu akan menolong kita. Cara terbaik untuk menghadapi tantangan hidup adalah dengan hidup menurut firman-Nya. Masalahnya, kita sering tidak mengutamakan pesan Alkitab dalam mencari penyelesaian masalah, namun menjadikannya alternatif terakhir bila masalah tak kunjung usai. Ubahlah sikap itu, dan raihlah kesuksesan dengan mematuhi firman-Nya. Janji Tuhan ini berlaku dari dulu hingga kini. Peganglah janji-Nya, Dia tidak pernah mengecewakan.—ENO
 
FIRMAN TUHAN ADALAH PERTOLONGAN UTAMA,
BUKAN PERTOLONGAN CADANGAN DALAM MENYELESAIKAN MASALAH




Senin, 24 Maret 2014

" SUARA RAKYAT "
 
 
 
Baca: 1 Samuel 8:1-22
Tetapi bangsa itu menolak mendengarkan perkataan Samuel dan mereka berkata: “Tidak, harus ada raja atas kami; maka kami pun akan sama seperti segala bangsa-bangsa lain; raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang.” (1 Samuel 8:19-20)

Bacaan Alkitab Setahun:
Hakim-Hakim 8-9

Vox populi vox Dei. Frasa bahasa Latin ini berarti “suara rakyat adalah suara Tuhan”. Sebagian orang memaknainya sebagai kehendak Tuhan itu tercermin dalam kehendak rakyat. Tetapi, sebagian lagi berargumen frasa ini dicetuskan justru untuk membantah pemahaman tersebut. Suara rakyat cenderung mudah dipengaruhi oleh emosi dan histeria massa sehingga menjadi tidak rasional dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Hal inilah yang terjadi ketika bangsa Israel meminta raja.
Sejak awalnya bangsa Israel adalah bangsa yang unik. Mereka tidak memiliki raja, melainkan dipimpin langsung oleh Tuhan. Selama itu pula, asalkan mereka taat, mereka aman dan sejahtera. Suatu hari mereka ingin menjadi sama dengan bangsa lain. Mereka meminta seorang raja. Samuel berusaha mengajak mereka berpikir ulang. Tetapi, karena histeria massa yang terjadi, mereka tidak lagi bisa berpikir jernih sehingga mengambil keputusan yang tidak bijaksana.
Tahun ini bangsa Indonesia kembali melaksanakan pemilihan umum. Berbagai cara akan dipakai untuk membujuk masyarakat memilih seorang calon, termasuk dengan memanipulasi emosi masyarakat. Hendaklah kita tidak ikut terjebak dan memilih berdasarkan emosi, melainkan meneliti calon yang ada dengan saksama dan memastikan bahwa kita memilih orang yang tepat. Kita juga dapat mengajak orang-orang di sekitar kita berbuat demikian. Kiranya pemimpin yang terpilih nanti memang orang yang tepat, dan suara rakyat sungguh-sungguh cerminan kehendak Tuhan.—ALS
 
MEMILIH SECARA BIJAKSANA BERARTI MEMILIH DENGAN PERTIMBANGAN YANG MATANG,
BUKAN HANYA MENURUTI GEJOLAK EMOSI

 

Minggu, 23 Maret 2014

ADA YANG MENGALIRKAN
 
 
 
Baca: Nehemia 2:1-8
 
Dan raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku. (Nehemia 2:8)
Bacaan Alkitab Setahun:
Hakim-Hakim 6-7


Orang yang berkedudukan tinggi bisa jadi menimbulkan rasa takut di hati kita. Kita mungkin takut secara berlebihan pada pimpinan, orang tua, bos, majikan, karena mereka memiliki otoritas untuk memerintah kita melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan.
Kita memang patut menghormati mereka, tetapi tidak seharusnya kita menganggap mereka memiliki otoritas mutlak atas hidup kita. Sebagai orang percaya, kita tahu hanya ada satu pemegang otoritas mutlak, yakni Allah kita. Atasan atau pemimpin kita hanyalah alat di tangan Allah untuk melaksanakan rencana-Nya.
Kisah Nehemia memberi sebuah bukti nyata akan kebenaran ini. Setelah mendengar kondisi buruk Yerusalem, Nehemia sangat ingin membangun kembali tembok kota itu. Ia sadar, untuk melakukannya perlu sumber daya yang tidak sedikit. Ia pun memberanikan diri mengajukan permohonan kepada Raja Artahsasta. Sang raja tentu saja memiliki otoritas untuk menjawab ya atau tidak. Nyatanya, ia memutuskan mengabulkan permohonan Nehemia. Bagi Nehemia, hal itu terjadi karena Allah menggerakkan hati sang raja.
Meskipun kelihatannya pemimpin atau atasan memiliki kuasa atas diri kita, sejatinya mereka seperti batang air yang dikendalikan Allah untuk mengalir sesuai dengan kehendak-Nya (Amsal 21:1). Tindakan mereka tidak mungkin melampaui kedaulatan Allah. Mereka pun dapat dipakai Allah menggenapi rencana-Nya atas hidup kita. Kesadaran ini akan mendorong kita memiliki sikap yang benar terhadap mereka: hormat, namun tidak ketakutan.—RN
 
MENGETAHUI SIAPA YANG MEMEGANG KENDALI ATAS HIDUP KITA
MEMBEBASKAN KITA DARI RASA TAKUT AKAN MANUSIA




Jumat, 21 Maret 2014

MASALAH = ADA DOSA ?
 
 
 
 
Baca: Yohanes 9:1-7

Jawab Yesus, "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia.” (Yohanes 9:3)

Bacaan Alkitab Setahun:
Hakim-Hakim 1-2



Saya merasa kurang nyaman jika ada orang yang menghubung-hubungkan masalah keuangan yang kita alami dengan persepuluhan. Atau, jika orang mengaitkan suatu musibah atau penyakit sebagai hukuman atas dosa. Apakah masalah keuangan mutlak terjadi sebagai akibat kelalaian dalam memberikan persepuluhan? Apakah musibah atau sakit penyakit mutlak terjadi sebagai akibat dari dosa yang belum terselesaikan?
Dua peristiwa dalam Alkitab menunjukkan bagaimana sepatutnya kita menyikapi hal seperti itu. Pertama, kisah tentang Ayub. Ternyata reputasi saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan (Ayub 1:1) bukan jaminan tidak adanya masalah dalam hidup Ayub. Hanya dalam sekejap, Ayub kehilangan harta benda, keluarga, dan kesehatannya. Kedua, kisah murid Yesus bertemu dengan orang yang buta sejak lahir. Mereka bertanya, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Tuhan Yesus menjawab, “Bukan dia, dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.”
Ketika mendapati saudara seiman yang sedang bergumul dalam masalah, jangan cepat-cepat menghakimi bahwa hal itu terjadi karena dirinya lalai atau berbuat dosa. Masalah terjadi dalam hidup seseorang belum tentu sebagai teguran atas dosa kita. Bisa saja Tuhan memakai masalah untuk membentuk karakter kita atau untuk menyatakan pekerjaan ajaib-Nya dalam hidup kita. Kita perlu belajar melihat masalah sebagaimana Allah memandangnya.—OKS

DOSA MENIMBULKAN MASALAH DALAM HIDUP KITA,
NAMUN MASALAH TIDAK SELALU TIMBUL SEBAGAI AKIBAT DARI DOSA KITA



MELIHAT LEBIH DALAM
 
 
 
Baca: 1 Samuel 16:1-13
Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati. (1 Samuel 16:7)
 
Bacaan Alkitab Setahun:
Yosua 22-24
 
 
Pada acara Britain’s Got Talent 2009, seorang perempuan paruh baya menghadap dewan juri, lalu memperkenalkan diri sebagai kontestan. Ia mengaku berasal dari sebuah daerah yang tidak terlalu terkenal, tetapi berkata bahwa dirinya telah dipersiapkan sejak lama untuk menjadi penyanyi profesional. Melihat penampilannya yang lugu dan klaimnya yang terlalu berani, para juri hanya tersenyum. Beberapa penonton tertawa sinis. Namun, begitu perempuan itu mulai melantunkan lagu, reaksi mereka berubah. Keraguan berganti jadi kekaguman. Tak ada yang menyangka sosok yang sederhana itu ternyata bisa menyanyi dengan indah, dan pada babak final tampil sebagai runner-up. Namanya Susan Boyle.
Samuel pada awalnya juga memandang sebelah mata pada Daud. Ketika Tuhan meminta Samuel mengurapi raja yang baru, ia mengira bahwa kandidat yang pantas ialah anak Isai yang bertubuh tinggi besar, yang cocok untuk maju berperang. Ia terkejut ketika Tuhan justru memilih Daud, yang setiap hari menggembalakan domba. Ya, Tuhan mampu melihat lebih dalam daripada daya lihat manusia.
Kadang-kadang kita juga gagal menilai orang dengan benar. Mungkin kita menganggap rendah orang lain berdasarkan kesan pertama yang kurang meyakinkan, padahal ia sebenarnya berpotensi besar, bahkan mungkin lebih baik dari kita. Sepatutnya kita tidak terbiasa buru-buru menilai seseorang dari penampilannya, namun belajar untuk sungguh-sungguh mengenal dan menghargainya dengan sebaik mungkin.—Theofilus Yuli Setianto
 
MANUSIA SERING HANYA MELIHAT APA YANG DI DEPAN MATA,
LALU TERTIPU OLEH MATANYA SENDIRI



Rabu, 19 Maret 2014

KETEKUKAN SI PORTER
 
Baca: Roma 5:1-11
 
Dan ketekunan menimbulkan tahan uji. (Roma 5:4, TB)

 
Pemuda miskin itu semula menjadi porter (pengangkut barang) hotel di Hong Kong. Suatu ketika ia dimarahi majikan gara-gara asyik mengamati mobil mewah seorang tamu sampai lalai bekerja. Teguran itu mencuatkan niatnya untuk memperbaiki nasib. Ia ingin jadi orang kaya, bahkan lebih kaya dari semua atasannya di hotel itu. Ia keluar dari pekerjaannya, memperdalam kungfu, dan mencoba peruntungan di dunia film. Ternyata, kariernya kemudian melejit dan kini kita mengenalnya sebagai aktor laga terkenal di Asia. Siapakah dia? Chow Yun Fat. Ketika ditanya, apa rahasia keberhasilannya, ia menjawab, “Ketekunan.”Ketekunan memang salah satu unsur penting untuk sukses. Ketekunan mengandung arti rajin, ulet, pantang menyerah. Orang yang “tekun” biasanya “tahan banting” atau “tahan uji” (ay. 4) saat menghadapi tantangan dan masalah hidup. Contohnya Paulus sendiri. Ketekunannya bergaul erat dengan Tuhan membuatnya “tahan uji”, seperti terlihat dalam ucapannya ini, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa” (2 Korintus 4:89). Luar biasa!Ketekunan kita di dalam Tuhan tidak akan sia-sia. Ketekunan menghasilkan karakter “tahan uji” dan pada akhirnya membuahkan “pengharapan” bahwa kita pasti terluput dari murka-Nya (ay. 9). Jika saat ini kita tengah dirundung masalah, mari bertahan. Melalui “sekolah ketekunan”, kita akan berbuah bagi-Nya.
 

KETEKUNAN ITU PAHIT, TETAPI BUAHNYA MANIS


 

CAPEK HATI
 
 
 
 
Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku, teringatlah aku kepada TUHAN, dan sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus. (Yunus 2:7)

Bacaan Alkitab Setahun:
Yosua 17-19

 
“Aduh, Pak, sudah capek hati saya mengurusnya.” Beberapa kali saya mendengar para ibu mengeluh seperti itu. Ternyata dalam melakukan sesuatu, kita tidak hanya mengeluarkan energi jasmani yang mendatangkan kelelahan secara fisik, tetapi juga menguras energi jiwa yang membuat kita jadi “capek hati”.

Bisa jadi perasaan semacam itu yang dialami Yunus ketika berada di perut ikan. Ia menggambarkan dirinya di lemparkan ke dalam pusat lautan dan terangkum arus air (ay. 3), seperti tenggelam ke dasar bumi yang pintunya tertutup rapat (ay. 6). Kepalanya seperti dililit lumut laut (ay. 5), perumpamaan tentang pikiran yang kalut. Seperti orang yang hatinya sudah capek, Yunus tercekam oleh keputusasaan. Ia sampai merasa dirinya telah terusir dari hadapan mata Tuhan (ay. 4).

Mungkin kita pernah mengalami hal yang sama. Kita mengalami kesesakan dan Tuhan seakan tidak peduli. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah melupakan dan meninggalkan kita, namun kita kerap lalai dan tidak peka akan penyertaan-Nya tersebut.

Dari kisah Yunus, kita dapat memetik pelajaran. Ia tidak berhenti berharap untuk bisa kembali menyaksikan bait Tuhan, lambang hadirat-Nya (ay. 4). Ia berseru kepada Tuhan (ay. 2), bukan berpaling kepada berhala kesia-siaan karena ia yakin akan kasih setia Tuhan (ay. 8). Tuhan mengabulkan doa Yunus dan melepaskannya dari kesesakan (ay. 10). Saat hati terasa capek, kepada siapa lagi kita akan berpaling kalau bukan kepada Tuhan, sumber kelegaan dan pemulihan?

PENYERTAAN TUHAN SENANTIASA MERENGKUH KITA,
MEMBANGKITKAN KEKUATAN DI TENGAH KESESAKAN



Senin, 17 Maret 2014

YANG MASIH TERSISA


Baca: Ayub 1-2

Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. (Ayub 1:22)


Bacaan Alkitab Setahun:
Yosua 14-16


“Apa pendapatmu tentang kertas ini?” tanya guru kepada murid-muridnya seraya memperlihatkan selembar kertas putih berukuran besar dengan lubang kecil di bagian tengah. Hampir seluruh siswa menjawab mereka melihat sebuah lubang. Ada sesuatu yang hilang dari kertas itu yang membuatnya tidak utuh lagi. Namun, seorang murid berpendapat sangat berbeda, “Saya melihat masih ada cukup ruang yang tersedia dalam kertas ini untuk digambari!”
Tuhan mengizinkan Iblis mencobai Ayub. Iblis diperbolehkan mengambil semua harta benda bahkan anak-anak laki-laki saleh itu. Tetapi, Tuhan tidak mengizinkan Iblis mengambil seluruh milik Ayub sampai tidak bersisa: Dia tidak mengizinkan Iblis untuk menyentuh hidup Ayub (ay. 12). Harta benda dan anak-anak Ayub hilang, tetapi tidak demikian dengan hidupnya. Iblis masih tidak puas. Ia kembali mendatangi Tuhan. Kali ini Tuhan mengizinkan Iblis untuk mengambil kesehatan Ayub, tetapi Dia tidak mengizinkannya mencabut nyawa Ayub (2:6). Tuhan selalu menyisakan sesuatu dalam hidup Ayub. Dan Ayub pun merespons kehilangan itu dengan sikap yang benar (Ayub 1:22).
Kehilangan adalah bagian tak terelakkan dalam hidup ini. Pada saat hal itu terjadi, kita dapat belajar dari Ayub: alih-alih meratapi kehilangan itu, kita dapat berfokus pada berkat yang masih tersisa. Bahkan seandainya kita kehilangan nyawa sekalipun, kita tidak akan kehilangan Tuhan, yang menjadi Bapa kita melalui penebusan Yesus Kristus. Jika demikian, bukankah selalu ada alasan untuk mengucap syukur?

FOKUSKAN PANDANGAN PADA BERKAT YANG MASIH ADA,
BUKAN PADA APA YANG SUDAH HILANG
MENYENANGKAN HATI TUHAN
 
 
Baca: Lukas 19:28-44


"Dan jika ada orang bertanya kepadamu: Mengapa kamu melepaskannya? jawablah begini: Tuhan memerlukannya." Lukas 19:31

Setelah diselamatkan dan mengalami kelahiran baru di dalam Kristus setiap orang percaya harus terus bertumbuh di dalam Dia, sebab proses keselamatan itu harus dikerjakan terus-menerus sampai kita menjadi serupa dengan Kristus. Paulus kepada jemaat di Filipi: "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:12-15). Tidak ada pilihan lain, melangkahlah maju menuju standarNya, yaitu hidup tidak bercela dan bercahaya di tengah-tengah dunia ini. Inilah yang menyenangkan hati Tuhan.
Menyenangkan hati Tuhan adalah penting dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Untuk dapat menyenangkan hati Tuhan kita harus memiliki hidup yang berkenan kepadaNya, serta melakukan apa pun yang menjadi keinginan dan kehendakNya, "Mengapa kamu melepaskan keledai itu?" Kata mereka: 'Tuhan memerlukannya. Mereka membawa keledai itu kepada Yesus, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan menolong Yesus naik ke atasnya.'" (Lukas 19:33-35). Orang ini tahu apa yang menjadi keinginan Tuhan Yesus sehingga ia melakukan apa yang perintahkanNya.

Melakukan perintah Tuhan berarti firmanNya tinggal di dalam kita, yaitu dengan cara kita memahami setiap ayat firman Tuhan yang kita baca, lalu merenungkan itu siang dan malam sehingga kita beroleh kepekaan untuk memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan. "... makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14). Bagaimana dengan Saudara?

Apakah yang kita perbuat selama ini membuat Tuhan tersenyum, atau malah menyedihkan hatiNya, karena ketidaktaatan kita?
 
 


Rabu, 12 Maret 2014

 
Dengan ini kami mengundang seluruh Civitas AMGPM Anugerah untuk Hadir dalam Ibadah Syukur Ulang Tahun AMGPM Ranting Anugerah, Kamis, 13 Maret 2014, Pukul : 19.00, Tempat : Gereja Anugerah,
Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
" Kamu adalah Garam dan Terang Dunia "
 
Pengurus Bidang III