MENANGGALKAN YANG LAMA, MEMAKAI YANG BARU
Setiap hari adalah baru, sebab hari ini bukanlah kemarin. Karena itu hidup adalah rentetan perubahan yang harus diantisipasi dengan tepat, apalagi mengingat hidup itu singkat, ” sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap” (Yak 4:14). Perubahan yang terjadi dapat merupakan perubahan yang alamiah, misalnya karena usia bertambah, maka makin lama makin tua, fisik melemah. Namun juga ada perubahan yang disengaja, yang disebut dengan transformasi yang berupa terobosan-terobosan baru. Perubahan jenis ini perlu disadari dan dikerjakan dengan usaha keras demi tercapai kehidupan yang lebih baik dan bermakna bagi banyak orang. Perubahan disengaja/transformasi tentunya menuntut pengorbanan yang tak sedikit.
Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah merubah/membarui diri sendiri. Dalam kehidupan kita yang paling privat dan subjektif, kita bukan hanya saksi pasif atas zaman, bukan sekedar objek, tetapi juga pencipta zaman itu sendiri. Jika kita mengubah diri kita selayaknya barulah kita dapat mengubah dunia. Merubah diri bisa jadi tidak lebih mudah dari merubah orang lain, karena itu harus ada tekad dan komitmen perubahan yang membuat kita tidak mengasihani diri, namun justru menantang diri sendiri.
Dasar Pembaruan Hidup
Tidak perlu rumit-rumit mencari teori yang baru, sebab sesungguhnya orang yang mau diperbarui dalam Tuhan harus berpijak pada dasar sebagaimana yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Mat 22:37-39 ”Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Jadi pembaruan hidup berdasar pada kasih kepada Allah dan kepada sesama. Kasih itu dapat mengubah seseorang, tanpa memaksa. Contoh sederhana kalau seseorang mengasihi dengan sungguh kekasih jiwanya atau soulmate-nya, maka ia akan melakukan apapun yang dikehendaki oleh pasangannya, misalnya cara dia berpakaian, potongan rambutnya, bahkan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Demikian juga kalau kita sungguh-sungguh mengasihi ALLAH, maka kita akan berusaha melakukan sesuai kehendak-Nya, sehingga akhirnya menjadi serupa dengan Kristus, berpikir seperti Kristus dan bertindak seperti Kristus (’be like Jesus, think like Jesus and act like Jesus’).
Jadi pembaruan hidup yang kita kejar bukanlah berorientasi pada materi/keuntungan pribadi semata, namun lebih mendasar dalam hal spiritual. Kita harus menjalani hidup kita sebagai sebuah panggilan hati (vocation), yaitu panggilan untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati melalui kepedulian kita kepada sesama. Bukankah kasih kita kepada Tuhan memang dibuktikan melalui kasih kita kepada sesama? Mat 25:40 mengatakan, ”Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Ada banyak hal besar yang dapat terjadi bila setiap orang di dalam Kristus sungguh-sungguh dilingkupi oleh kasih kepada Tuhan dan sesama. Sayangnya kenyataannya kita masih terkungkung oleh hambatan-hambatan dalam diri, seperti egoisme, tidak dapat menyangkal diri, iri hati, tinggi hati, pementingan diri sendiri, dll. Sebab sesungguhnya kita sangat mengasihi diri kita sendiri dan terfokus pada diri semata. Oleh karena itu dalam rangka pembaruan diri, kita juga perlu menyadari kekurangan diri, agar dapat mengikis kebiasaan/kecenderungan yang menghalangi kasih kita kepada Allah dan sesama. Semuanya ini hanya dapat terwujud bila kita tidak mengandalkan kekuatan diri sendiri, namun selalu meminta pertolongan Tuhan.
Kasih kepada Allah perlu diwujudkan dalam upaya kita membangun hubungan yang akrab dengan Tuhan melalui waktu teduh kita sambil senantiasa mengenal kehendak-Nya melalui firman-Nya dan penyataan-Nya dalam kehidupan kita (lih. Fil 3:10-11). Pengenalan yang dalam tentang Tuhan dengan sendirinya akan mendorong kita untuk memiliki karakter yang serupa dengan Kristus (Gal 5:22). Akhirnya kasih kepada Allah mendorong kita untuk semakin terbuka terhadap sesama, digerakkan oleh kasih Allah untuk peduli dan menolong sesama, sama seperti Yesus yang dalam kitab Injil selalu dicatat, ”tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan.”
Tentunya pembaruan hidup adalah proses panjang, bahkan seumur hidup. Sama seperti Paulus mengatakan,”Bukan seolah-olah aku telah sempurna, melainkan aku mengejarnya...” (Fil 3:12). Karena itu jangan mudah menyerah atau putus asa ketika perubahan itu kelihatannya belum nampak, tetapi teruslah berusaha keras dengan pimpinan-Nya. ”Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan membawanya kepada kesempurnaan...” (Ibr 12:2).
Jangan tunda
Hanya ada satu hal yang akan menjauhkan Anda dari perubahan dan menjadikan Anda seperti yang Tuhan inginkan. Satu hal itu bukan setan, bukan orang lain, namun penundaan. Ada banyak orang yang siap untuk berubah, tetapi tidak pernah terjadi apa-apa, karena hanya sebatas rencana, tidak pernah dijalankan. Penundaan sangatlah fatal. Sama seperti seseorang yang terdeteksi kanker stadium satu yang masih dini, namun dokter menyarankan sebaiknya segera dioperasi. Lalu ketakutan dan kebingungan membuat orang itu menunda-nunda, sampai akhirnya tidak berdaya dan baru kembali lagi ke dokter dalam keadaan yang sangat parah. Akhirnya dokter cuma menggeleng dan tidak merasa perlu melakukan tindakan operasi lagi karena kankernya sudah menjalar kemana-mana, pasien tinggal pasrah saja menunggu waktu. Penundaan adalah awal kehancuran.
Bukan Pilihan, tetapi Keharusan
Masalahnya kebanyakan dari kita membiarkan segala sesuatu terjadi apa adanya, puas menjalani hidup secara rutin atau terseok-seok seumpama puing-puing kapal di tengah derasnya arus peristiwa-peristiwa suka dan duka. Kita membiarkan terjadinya banyak kerusakan/kebobrokan dan membiarkan orang lain mengambil alih tanggungjawab atas segala sesuatu. Sesungguhnya kemanusiaan kita ditentukan oleh kesanggupan kita untuk memilih antara menyerah pada keadaan atau melakukan pembaruan hidup yang berarti. ”Di dalam Kristus, kita adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu sesungguhnya yang baru sudah datang.” (1 Kor 5:17) Maka konsekuensinya ”harus menanggalkan manusia lama ... supaya dibaharui di dalam roh dan pikiranmu dan mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” ( Ef 4:22-24)
Bagi orang yang sudah ditebus oleh darah Kristus, pembaruan hidup bukan pilihan, tetapi suatu keharusan dalam panggilan kita. Mengabaikan pembaruan hidup berarti kita mengabaikan kuasa kebangkitan/ kemenangan Kristus. Bagi yang baru sadar akan hal ini, firman Tuhan mengatakan,”Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” ( Ef 5:14)