Minggu, 10 November 2013

MENANGGALKAN YANG LAMA, MEMAKAI YANG BARU 

Setiap hari adalah baru, sebab hari ini bukanlah kemarin. Karena itu hidup adalah rentetan perubahan yang harus diantisipasi dengan tepat, apalagi mengingat hidup itu singkat, ” sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap” (Yak 4:14). Perubahan yang terjadi dapat merupakan perubahan yang alamiah, misalnya karena usia bertambah, maka makin lama makin tua, fisik melemah. Namun juga ada perubahan yang disengaja, yang disebut dengan transformasi yang berupa terobosan-terobosan baru. Perubahan jenis ini perlu disadari dan dikerjakan dengan usaha keras demi tercapai kehidupan yang lebih baik dan bermakna bagi banyak orang. Perubahan disengaja/transformasi tentunya menuntut pengorbanan yang tak sedikit.
            Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah merubah/membarui diri sendiri. Dalam kehidupan kita yang paling privat dan subjektif, kita bukan hanya saksi pasif atas zaman, bukan sekedar objek, tetapi juga pencipta zaman itu sendiri. Jika kita mengubah diri kita selayaknya barulah kita dapat mengubah dunia. Merubah diri bisa jadi tidak lebih mudah dari merubah orang lain, karena itu harus ada tekad dan komitmen perubahan yang membuat kita tidak mengasihani diri, namun justru menantang diri sendiri.

 
Dasar Pembaruan Hidup
            Tidak perlu rumit-rumit mencari teori yang baru, sebab sesungguhnya orang yang mau diperbarui dalam Tuhan harus berpijak pada dasar sebagaimana yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Mat 22:37-39 ”Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Jadi pembaruan hidup berdasar pada kasih kepada Allah dan kepada sesama. Kasih itu dapat mengubah seseorang, tanpa memaksa. Contoh sederhana kalau seseorang mengasihi dengan sungguh kekasih jiwanya atau soulmate-nya, maka ia akan melakukan apapun yang dikehendaki oleh pasangannya, misalnya cara dia berpakaian, potongan rambutnya, bahkan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Demikian juga kalau kita sungguh-sungguh mengasihi ALLAH, maka kita akan berusaha melakukan sesuai kehendak-Nya, sehingga akhirnya menjadi serupa dengan Kristus, berpikir seperti Kristus dan bertindak seperti Kristus (’be like Jesus, think like Jesus and act like Jesus’).
Jadi pembaruan hidup yang kita kejar bukanlah berorientasi pada materi/keuntungan pribadi semata, namun lebih mendasar dalam hal spiritual.  Kita harus menjalani hidup kita sebagai sebuah panggilan hati (vocation), yaitu panggilan untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati melalui kepedulian kita kepada sesama. Bukankah kasih kita kepada Tuhan memang dibuktikan melalui kasih kita kepada sesama? Mat 25:40 mengatakan, ”Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

Ada banyak hal besar yang dapat terjadi bila setiap orang di dalam Kristus sungguh-sungguh dilingkupi oleh kasih kepada Tuhan dan sesama. Sayangnya kenyataannya kita masih terkungkung oleh hambatan-hambatan dalam diri, seperti egoisme, tidak dapat menyangkal diri, iri hati, tinggi hati, pementingan diri sendiri, dll. Sebab sesungguhnya kita sangat mengasihi diri kita sendiri dan terfokus pada diri semata. Oleh karena itu dalam rangka pembaruan diri, kita juga perlu menyadari kekurangan diri, agar dapat mengikis kebiasaan/kecenderungan yang menghalangi kasih kita kepada Allah dan sesama. Semuanya ini hanya dapat terwujud bila kita tidak mengandalkan kekuatan diri sendiri, namun selalu meminta pertolongan Tuhan.

Kasih kepada Allah perlu diwujudkan dalam upaya kita membangun hubungan yang akrab dengan Tuhan melalui waktu teduh kita sambil senantiasa mengenal kehendak-Nya melalui firman-Nya dan penyataan-Nya dalam kehidupan kita (lih. Fil 3:10-11). Pengenalan yang dalam tentang Tuhan dengan sendirinya akan mendorong kita untuk memiliki karakter yang serupa dengan Kristus (Gal 5:22). Akhirnya kasih kepada Allah mendorong kita untuk semakin terbuka terhadap sesama, digerakkan oleh kasih Allah untuk peduli dan menolong sesama, sama seperti Yesus yang dalam kitab Injil selalu dicatat, ”tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan.”

Tentunya pembaruan hidup adalah proses panjang, bahkan seumur hidup. Sama seperti Paulus mengatakan,”Bukan seolah-olah aku telah sempurna, melainkan aku mengejarnya...” (Fil 3:12). Karena itu jangan mudah menyerah atau putus asa ketika perubahan itu kelihatannya belum nampak, tetapi teruslah berusaha keras dengan pimpinan-Nya. ”Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan membawanya kepada kesempurnaan...” (Ibr 12:2).

Jangan tunda
Hanya ada satu hal yang akan menjauhkan Anda dari perubahan dan menjadikan Anda seperti yang Tuhan inginkan. Satu hal itu bukan setan, bukan orang lain, namun penundaan. Ada banyak orang yang siap untuk berubah, tetapi tidak pernah terjadi apa-apa, karena hanya sebatas rencana, tidak pernah dijalankan. Penundaan sangatlah fatal. Sama seperti seseorang yang terdeteksi kanker stadium satu yang masih dini, namun dokter menyarankan sebaiknya segera dioperasi. Lalu ketakutan dan kebingungan membuat orang itu menunda-nunda, sampai akhirnya tidak berdaya dan baru kembali lagi ke dokter dalam keadaan yang sangat parah. Akhirnya dokter cuma menggeleng dan tidak merasa perlu melakukan tindakan operasi lagi karena kankernya sudah menjalar kemana-mana, pasien tinggal pasrah saja menunggu waktu. Penundaan adalah awal kehancuran.

Bukan Pilihan, tetapi Keharusan
Masalahnya kebanyakan dari kita membiarkan segala sesuatu terjadi apa adanya, puas menjalani hidup secara rutin atau terseok-seok seumpama puing-puing kapal di tengah derasnya arus peristiwa-peristiwa suka dan duka. Kita membiarkan terjadinya banyak kerusakan/kebobrokan dan membiarkan orang lain mengambil alih tanggungjawab atas segala sesuatu. Sesungguhnya kemanusiaan kita ditentukan oleh kesanggupan kita untuk memilih antara menyerah pada keadaan atau melakukan pembaruan hidup yang berarti. ”Di dalam Kristus, kita adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu sesungguhnya yang baru sudah datang.” (1 Kor 5:17) Maka konsekuensinya ”harus menanggalkan manusia lama ... supaya dibaharui di dalam roh dan pikiranmu dan mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” ( Ef 4:22-24)

Bagi orang yang sudah ditebus oleh darah Kristus, pembaruan hidup bukan pilihan, tetapi suatu keharusan dalam panggilan kita. Mengabaikan pembaruan hidup berarti kita mengabaikan kuasa kebangkitan/ kemenangan Kristus. Bagi yang baru sadar akan hal ini, firman Tuhan mengatakan,”Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” ( Ef 5:14)
AMGPM CABANG SYALOOM RANTING ANUGERAH
MENGUCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN KEPADA :











Rabu, 23 Oktober 2013

AMGPM CABANG SYALOOM RANTING ANUGERAH
MENGUCAPAKAN SELAMAT ULANG TAHUN
KEPADA :






 

Rabu, 16 Oktober 2013

Pemuda Yang Meneladani dan Diteladani

 


“Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”
(Yoh 13:14-15)


Kebanyakan manusia cenderung lebih suka untuk dilayani daripada melayani. Seperti murid-murid Yesus yang lebih suka menjadi yang terbesar daripada menjadi yang terkecil di antara yang lain. Bahkan bagi orang-orang yang secara khusus melayani di gereja pun sering terjadi hal-hal seperti ini. Walaupun dinamakan pelayan, tetapi tetap lebih senang untuk bisa dilayani oleh orang lain. Dasar dari itu semua adalah kesombongan manusia yang dimulai sejak kejatuhannya dalam dosa. Kecenderungan ini pun sering ada di dalam pelayanan pemuda di gereja. Banyak yang merasa perlu didahulukan kepentingannya sendiri, keinginannya, perlu selalu diperhatikan, dan dilayani dalam berbagai hal. Sikap seperti ini     tentu     tidak     mencerminkan  sikap pelayan yang sejati.  Teladan paling                      tepat  untuk  setiap pelayan  tentu  saja terdapat pada diri Yesus. Dalam Yohanes 13:14-15, disebutkan bahwa Yesus sendiri telah memberikan teladan kepada murid-murid-Nya untuk bisa diperbuat juga kepada orang lain.

Yang dimaksud dengan ‘membasuh kaki’ dalam hal ini ialah melayani orang lain.  Sikap yang harus dimiliki oleh seorang pelayan, yaitu melayani dengan penuh kerendahan hati. Kita lihat bagaimana Yesus yang adalah Tuhan rela merendahkan diri-Nya demi melayani murid-murid-Nya, bahkan sampai membasuh kaki mereka. Saat itu Yesus punya seribu alasan kuat untuk bisa dilayani layaknya seorang Raja, bahkan disembah sebagai Tuhan. Namun Dia menanggalkan itu semua untuk menggambarkan suatu kasih yang sejati dari seorang pelayan. Apakah terbayang dalam benak kita bagaimana seorang raja melayani rakyatnya bahkan rela membasuh kaki mereka. Pasti sangat sulit kita temukan hal itu di dunia ini. Teladan yang Yesus berikan bagi setiap pelayan pun bukan hanya seperti hal di atas, namun setiap aktifitas dalam hidup Yesus adalah teladan bagi kita semua. Sampai Dia mati di kayu salib untuk menyempurnakan kasih-Nya. Lalu bagaimanakah pemuda meneladani-Nya dan menjadi teladan bagi yang lain??? Sebagai anak-anak Tuhan, pemuda haruslah mampu menjadi teladan yang baik bagi orang-orang di sekitarnya. Namun sebelum kita menjadi teladan bagi orang, terlebih dahulu kita harus bisa meneladani suatu pribadi yang benar. Sikap aktif untuk bisa meneladani orang lain akan secara tidak langsung membuat kita kembali menjadi teladan bagi orang lain. Secara pribadi, kita tentu memiliki banyak teladan dalam hidup, baik di keluarga, masyarakat, atau pun dalam pelayanan di gereja. Namun teladan sempurna yang ada bagi kita ialah Yesus sendiri. Orang lain mungkin bisa jadi teladan bagi kita, namun mereka pun adalah manusia yang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak perlu kita ikuti, karena setiap manusia tidaklah sempurna. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa dalam kekurangan dan kelemahannya pun setiap orang bisa menjadi teladan bagi kita; orang tua, kakak, teman, rekan pelayanan, tokoh masyarakat, atau bahkan tokoh-tokoh Alkitab lainnya. Namun hendaknya, semua teladan yang kita terima bisa kita seleksi berdasarkan kebenaran firman Tuhan. Yesus adalah Firman yang Hidup. Sehingga setiap teladan Yesus adalah cerminan kebenaran firman Allah itu sendiri.
Yesus mengatakan “…maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu…”. Dari pernyataan itu terlihat bahwa Yesus sendiri menginginkan kita untuk meneladan diri-Nya, dan kita wajib melakukannya. Maka kita pun wajib saling melayani dengan kasih. Ada banyak sekali teladan yang Yesus berikan dalam kehidupan-Nya. Yang pasti, semua itu Dia lakukan dengan penuh kasih kepada sesama; dalam hal menyembuhkan orang sakit, mengajar firman Allah, membangkitkan orang mati, dan banyak hal lainnya.